Oleh : Isman Rahmani Yusron
Teori
kebenaran pragmatis merupakan derivasi dari aliran filsafat pragmatisme yang
lahir pada penghujung abad ke 19 di Amerika. Pragmatisme pertama kali
dicetuskan tiga filsuf kenamaan Amerika yakni Charles Sanders Peirce
(1839-1914), William James (1842-1910), dan John Dewey (1859-1952). Walaupun
ditahun 1955, C.S Peirce menamakan versi pendekatannya sebagai Pragmaticism, karena tidak puas dengan
pendekatan William James yang Individualistik (Biesta
& Burbules, 2003), sehingga Peirce merasa perlu untuk
membedakannya agar tidak identik dengan pendekatan James. Namun, ketiga tokoh
ini disebut sebagai tokoh utama dalam membidani aliran pragmatisme.
Pragmatisme, berakar dari aliran
empirisme yang sebelumnya dipopulerkan oleh Immanuel Kant. Meski sering disebut
sebagai filsafat Amerika, namun sedikit banyak pragmatisme dipengaruhi oleh
tradisi pemikiran filsafat eropa. Hal ini karena baik Pierce, Dewey, maupun
James banyak dipengaruhi oleh fikiran-fikiran Kant dan tokoh-tokohnya selain
Pierce (Dewey, James, Mead) mendapatkan pendidikan di universitas eropa
sebagaimana lazimnya pada saat itu (Biesta
& Burbules, 2003). Pragmatisme dijelaskan sebagai
sikap fikiran (attitude of mind), sebagai metode investigasi (method of
investigation) dan sebagai teori kebenaran (theory of truth). Sebagai
sikap, (Geyer,
1914)
Pragamatisme, secara terminologis berasal dari bahasa Yunani yakni pragma. Pragma artinya yang dikerjakan, yang dilakukan, perbuatan atau tindakan (Bakhtiar, 2004). Sebagai salah satu aliran filsafat, -meski Pierce hanya menyebut sebagai teknik memecahkan masalah (Muhadjir, 2015), pragmatisme berupaya memfilosofikan sebuah makna dan teori sehingga dengan penemuan makna itu dievaluasi kegunaannya atau kemanfaatannya bagi kehidupan.
Metoda
pragmatik menurut Pierce, bukan dimaksudkan untuk menetapkan makna dari semua
ide, melainkan untuk konsep intelektual yang mempunyai struktur argumentatif
atas fakta obyektif. Pragmatisme tidak hendak membuktikan tentang problem riil
metafisik, melainkan hendak menunjukkan bahwa problem metafisik itu tak
bermakna apapun (Muhadjir, 2015)