Senin, 07 September 2009

Memahami, Membimbing, serta Menguasai Orang lain

Seringkali kita dihadapkan dalam keharusan kita peduli kepada orang lain atau setidaknya merasakan apa yang dirasakan atau bahkan menjadi objek dari curahan apa yang dirasakan oleh orang lain. Hal ini juga menjadi salah satu unsur yang seringkali kita temukan dalam kehidupan kita bergaul di lingkungan keluarga, teman atau bahkan masyarakat yang lebih luas. Sehingga ketika kita tidak dapat memahami apa yang orang lain percayakan kepada kita sebagai sandaran untuk melepaskan apa yang menjadi beban di dirinya yang sudah tidak sanggup ia pikul, maka seringkali kita merasa bingung dalam mengeluarkan solusi yang dia hadapi atau bahkan salah – salah malah kita di musuhi teman kita karena tidak mengerti apa yang dia rasakan.
       Sebagian besar ketika seseorang menemui temannya atau orang yang dipercayanya, membawa segudang masalah yang tengah ia hadapi, dan tidak sedikit mereka bersikap egois dengan kondisi mental serta emosional yang tidak terkendali dengan alasan merasa tidak kuat dengan masalah yang ia hadapi tersebut, tanpa ia memikirkan bahwa orang yang menjadi “Tong Sampah” dari segudang masalahnya tersebut, mempunyai masalah atau tidak. Kecenderungan egois serta arogansinya dalam mengeluarkan masalahnya tersebutlah yang seringkali menjadi suatu kesalah fahaman diantara keduanya. Sehingga ketika kita dihadapkan dalam situasi sebagai “Tong Sampah” dari masalah teman kita, maka kita seharusnya mengerti dan menjadi guide akan masalah yang teman kita hadapi tersebut.
        Akar masalahnya terdapat pada bagaimana kita bisa menjadi guide yang baik bagi teman kita atau keluarga kita atau bahkan orang lain yang tidak terlalu kita kenal dengan baik? Inilah yang menjadi persoalan besar, sehingga kita membutuhkan pedoman untuk memahami orang lain.
        Kunci dalam memahami orang lain atau menjadi guide yang baik secara garis besar terbagi menjadi 5 pokok; yang pertama adalah, gunakan sifat empati. Empati menurut KBBI yaitu “keadaan mental yang membuat seseorang mengidentifikasi atau merasa dirinya dalam keadaan perasaan atau pikiran yang sama dengan orang atau kelompok lain” atau dengan kata lain kita senantiasa merasakan apa yang orang lain rasakan. Dengan perasaan empati ini kita akan lebih mudah memberikan solusi atau jalan keluar dari masalah yang tengah orang lain hadapi. Muncul pertanyaan, bagaimana kita membangunkan rasa empati kita? Salah satu jawabannya adalah kita mencoba merasakan ketika kita dihadapkan dalam keadaan yang teman kita alami, bagaimana perasaan kita jika kita mengalami apa yang dia alami. Hal ini memang tidak mudah, namun bisa kita latih dengan mencoba peka terhadap segala peristiwa yang terjadi, senantiasa peduli, dan menjiwai apa yang kita lakukan dimasyarakat. Dan yang paling penting pakailah hati nurani dalam setiap keadaan. Yang kedua, selalu mencoba untuk mendengar, inilah yang sebenarnya menjadi kunci pokok, karena tanpa kita menjadi pendengar yang baik maka kitapun tidak akan mampu untuk empati kepada orang lain apalagi memberikan solusi. Betapa pentingnya menggunakan indera yang satu ini, karena dengan senantiasa mendengar apa yang di keluhkan dan di curahkan teman kita maka dengan baik kita akan terpancing untuk peduli terhadap masalahnya. Selalulah gunakan pendengaran kita, dalam hal yang positif tentunya. Karena ketika kita terbiasa mendengar, apapun itu, maka tingkat kepedulian, kepekaan bahkan kecerdasan dalam segala hal pun akan ikut meningkat dengan timbal balik perlakuan positif serta membanggakanlah yang kita terima dari masyarakat. Yang ketiga, senantiasa selalu bersabar. Hal ini sangat kita butuhkan, dan sangatlah dianjurkan oleh siapapun juga, dalam hal ini ketika kita diminta atau dihadapkan dalam situasi menjadi objek curahan perasaan sahabat atau orang lain, maka kita harus senantiasa bersabar mendengarkan dan ber empati terhadap dia, sabar menghadapai luapan emosi yang ia keluarkan yang seringkali malah menjengkelkan kita, namun ketika kita sabar dan di iringi dengan persaaan ikhlas menjadi pendengar yang baik, maka kita-pun akan  terlatih untuk memahami orang lain, dan pasti akan menjadi guide yang baik. Yang ke empat, berikan solusi, hal ini memang tidak mudah, dan tidak semua orang bisa memberikan solusi yang positif dan bersifat konstruktif. Namun hal ini bisa kita kuasai ketika kita membiasakan ketiga kunci sebelumnya, yaitu empati, senantiasa mendengar, serta selalu sabar. Biasakan hal tersebut, maka menjadi suatu keniscayaan kita dapat dengan mudah memahami, serta memberikan solusi yang positif dan bersifat konstruktif, ketika hal ini bisa kita kuasai, maka kita sudah layak menjadi guide atau pembimbing bagi orang lain. Yang terakhir, biasakan kita selalu terbuka, ketika kita dipercaya orang lain untuk memahami serta menjadi pembimbing dan pemberi saran bagi dia, maka selalulah kita terbuka kepada mereka. Sifat terbuka juga harus kita tanamkan dalam diri kita ketika kita sendiri mengalami masalah dalam hidup kita. Dengan hal tersebut, ketika kita terbuka akan masalah kita kepada orang lain, maka dengan sendirinya kita akan menemukan pucuk dari ke empat kunci sebelumnya. Maka jika kita ingin belajar ber empati, mendengar serta bersabar, tanamkan sikap terbuka dalam diri kita, dengan tujuan kita dapat merasakan, memahami, serta membimbing orang lain.

     Uraian diatas merupakan untaian rantai yang saling berhubungan. Sehingga menjadi satu kesatuan yang tumbuh dalam diri kita untuk menguasai tidak hanya diri sendiri akan tetapi menguasai orang lain. Dan hal ini ketika kita dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan kita bergaul serta bermasyarakat, maka insya allah kita akan menjadi orang yang dibutuhkan serta selalu menjadi sandaran dalam pertimbangan keputusan yang akan diambil orang lain, sehingga ketika hal itu terjadi maka dengan mudah kita mengendalikan orang lain, dalam hal yang positif tentunya.