Rabu, 25 November 2015

GURU ADALAH ASET NEGARA

Ketika kita bertanya tentang posisi Guru di Indonesia, Apakah guru itu buruh atau pengabdi? Jawabannya mesti satu, Guru adalah aset negara. Kenapa demikian? Karena sudah jelas, sejak awal mesti difahami tugas guru bukanlah kacung negara, bukan pula bekerja pada yang membayar, guru adalah garda terdepan pembangun bangsa. Hal ini perlu sering ditekankan, untuk menghilangkan jargon-jargon lama bahwa guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa, atau pengabdi yang tulus hati. Guru, adalah ujung tombak dari visi-visi kemajuan bangsa.

Berbeda jika dikatakan guru hanyalah pahlawan tanpa tanda jasa, Guru sebagai aset negara membuat pemerintah memiliki kewajiban untuk memeliharanya. Pemerintah seperti halnya aset negara lainnya, sepatutnya memberikan perawatan, memelihara kualitas, serta memberikan dana yang cukup agar aset negara ini tetap berjalan sesuai fungsinya.

Pendidikan, jika bagi rakyat adalah hak, bagi pemerintah adalah kewajiban. Konsekuensi logis dari yang punya kewajiban, ia harus menyediakan hal yang sepatutnya diberikan kepada pemilik hak. Rakyat indonesia, berhak mendapatkan pendidikan, dan konteks pendidikan ini tidak diartikan sembarang. Yang dimaksud pendidikan adalah, upaya membangun kepribadian, mempertajam kecerdasan, dan memperhalus perasaan bangsa yang di didik.

Upaya itu bukanlah upaya sepele dan murah. Pemerintah perlu dan berkewajiban menyediakan kualitas pendidikan sebaik-baiknya bagi rakyat indonesia. Sehingga, pemerintah berkewajiban pula menginvestasikan dana yang dihimpun dari pajak masyarakat, untuk merancang dan menyajikan sebuah sistem pendidikan dengan kualitas yang sepadan dengan kebutuhan negara. Sistem tak hanya berbentuk regulasi, didalamnya juga komponen-komponen kebutuhan pendidikan, harus yang sebaik-baiknya: termasuk Gurunya.

Implikasi dari amanat undang-undang tentang kewajiban negara memberikan pendidikan bagi bangsa, adalah juga kewajiban pemerintah memelihara kualitas guru termasuk nasibnya. Guru, adalah aset negara dalam kewajibannya menyelenggarakan pendidikan. Sehingga, maintenance termasuk mengenai kesejahteraanya adalah juga harus menjadi perhatian utama. Jangan sampai, pemerintah melulu berfokus mengurusi upah buruh, tapi lupa kewajiban meningkatkan kesejahteraan aset negara ini.

Gaji guru yang diterima, seharusnya tak hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup layaknya. Melainkan hingga pada cukup untuk memenuhi peningkatan pengetahuan, kompetensi dan pengalamannya. Sehingga dengan hal itu, masyarakat mendapatkan kualitas pendidikan yang bagus sebagai haknya. Jangan berhalusinasi, ingin punya pendidik berbiaya murah namun ingin kualitas pendidikan yang juara. Keduanya harus seimbang dan setara.

Jika jargon pemerintah sekarang ini adalah revolusi mental, pertanyaannya siapa agen terdepan mewujudkan visi ini? Jelas yang paling strategis adalah para guru yang bersentuhan langsung dengan pembangunan mental rakyat. Guru, adalah ujung tombak negara untuk membangun dan merevolusi mental masyarakat Indonesia. Sejuta buruh sejahtera, menyumbang perekonomian sementara. Sejuta guru sejahtera, menyumbang kemajuan bangsa hingga ujung masa. Hal ini menandakan bahwa negara tak boleh abai memperhatikan guru Indonesia.

Pemerintah Indonesia, harus segera sadar dan memiliki political will untuk berinvestasi pada pendidikan. Pendidikan, sebagai bagian penting dari pembangunan sumberdaya manusia, tak pernah tidak menguntungkan pada kemajuan bangsa. Lihat negara-negara yang tengah menjadi raja dunia, mereka berada di garis depan bukan karena kekayaan, tapi karena kualitas sumberdaya manusianya. Kekayaan, akan senantiasa mengikuti jika kualitas manusia terbentuk dengan baik.

Oleh karena itu, perlakukan guru sebagai aset negara yang penting dipelihara dan elemen pendukung kemajuan bangsa. Sudahlah berhenti menstratifikasi guru dengan sebutan guru honorer dan guru pegawai negara. Pada hakikatnya, guru adalah harus menjadi milik negara karena jelas menjalankan fungsi negara membangun peradaban bangsa. Guru adalah guru, yang tak harus berada dalam pusaran mekanisme pasar.

Guru bukanlah pencari kerja atau prodak pasar yang siapa saja bisa membelinya. Saat ini kondisinya jelas demikian, guru seperti barang yang dari hasil pendidikan lalu dilempar ke pasar. Sehingga, pasar yang menentukan apakah guru itu dipakai atau tidak. Guru, sejak diterimanya untuk di didik, hingga siap menjadi agen pembangun bangsa, harus dipelihara negara.