Senin, 15 Desember 2014

Desentralisasi Kurikulum & Otonomi Sekolah

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anies Baswedan, Jum’at (5/12) lalu akhirnya memutuskan untuk mengaborsi Kurikulum 2013. One step better, daripada memaksakan kurikulum setengah matang itu ditelan oleh sekolah-sekolah yang jelas tidak siap. Secara konseptual, kurikulum ini mungkin bertujuan mulia dan mengandung cita-cita besar. Tapi apa boleh dikata, cita-cita besar ini jadi tidak realistis jika disandungkan pada kenyataan di lapangan.

Kondisi ini menjadi hikmah tersendiri. Mendesain dan mengirimkan sebuah kurikulum, harus juga mempertimbangkan situasi dan kondisi nyata dilapangan. Apalagi kurikulum ini dibuat tergesa-gesa dan sarat muatan politis, aspek-aspek tersebut mungkin kurang diperhitungkan. Meski kabarnya Kurikulum 2013 ini hendak disempurnakan dan digodok ulang, bukan tidak mungkin nantinya kurikulum yang baru lagi menuai polemik kembali. Memang ini sebuah konsekuensi, akibat sistem kurikulum yang dirancang secara sentralistik.

Permasalahan, dari kurikulum ke kurikulum, selalu bukan dari gagasan konseptual. Setiap kurikulum memiliki gagasan bagus dan bertujuan besar. Tapi, yang jelas menjadi polemik adalah ketika kurikulum tersebut diimplementasikan di lapangan. Masalah muncul ketika ada gagasan kurikulum yang hanya “jakarta sentris” tak menimbang kondisi nyata sekolah Indonesia dengan berbagai keragamannya. Ini yang selalu menjadi masalah, sehingga kurikulum yang dikirimkan pusat selalu menemukan sandungannya.

Hal ini menjadi pertanyaan tersendiri, apakah betul kurikulum ini harus serba seragam dan se-sentralistik ini? Kurikulum bak menu makanan di restoran yang tak ada pilihan lain selain menelannya. Akhirnya, berbagai macam selera dan kemampuan mencerna, dipaksa harus menelan menu yang sama. Di jaman pasca refomasi ini, langkah sentralistik dan serba seragam ini terdengar seperti cerita usang orde baru. Sudah sepatutnya, konsep sentralistik ini berubah kearah otonomisasi pendidikan dan desentralisasi kurikulum.

Indonesia merupakan negara kepulauan dengan keragaman yang luarbiasa. Setiap sekolah di Indonesia, tak pasti memiliki situasi, kemampuan dan kebutuhan yang sama. Padahal bukankah tujuan pendidikan adalah harus selalu relevan dengan lingkungannya? Lantas apa alasan bahwa kurikulum di Papua sana harus sama dengan Jakarta? Atau kebutuhan output pendidikan di Nusa Tenggara harus sama dengan Jawa?

Sudah sepatutnya, Pemerintah memberikan keleluasaan bagi sekolah-sekolah untuk menentukan sendiri rencana dan perangkat pembelajarannya. Sehingga dengan itu, guru dapat memilih dengan bebas buku mana yang mesti dirujuknya, atau gaya pembelajaran apa yang cocok untuk muridnya. Yang lebih penting, dapat menentukan materi apa yang relevan diajarkan agar siswa dapat mengaplikasikan ilmu yang didapatnya untuk lingkungannya sendiri. Melalui kebebasan ini, diharapkan guru terdorong untuk kreatif dalam membuat pendidikan itu lebih bermakna bagi siswa.

Kalaulah tidak persekolah pun, desentralisasi ini bisa bertahap mulai dari tingkatan provinsi ataupun kabupaten. Yang jelas, sentralisasi dan standarisasi tidak lagi menjadi “tuhan” dalam pendidikan. Seolah, ketika tidak sama standarnya merupakan sebuah dosa. Memang kenapa jika tidak sama? Percuma terstandarpun jika malah pengetahuan para siswa mengambang diawang-awang jauh dari pijakan. Pengetahuan dan kompetensi siswa, harusnya selalu relevan dengan permasalahan lingkungannya. Sehingga, melalui desentralisasi kurikulum ini, diharapkan output dari pendidikan berorientasi pada semangat membangun daerahnya sendiri.


Selama ini, kurikulum yang sentralistik selalu menjadi beban para guru dan sekolah. Beragamnya kesanggupan guru dan sekolah dipaksa mengejar kurikulum yang sama. Sehingga ruang kebebasan berfikir dan kreatifitas tertutup karena terbiasa dikekang sistem. Kondisi ini tidak bagus bagi perjalanan pendidikan di negara dengan keragaman budaya dan lingkungan yang se-plural ini. Sudah saatnya, pemerintah mencari formula kurikulum yang mengakomodasi pluralitas dan kebebasan berkreasi dalam merancang pendidikan yang bermakna bagi siswa. 

Jumat, 21 November 2014

Ilmu Beserta Kaidah Pencariannya

Perintah mencari ilmu
ٱقۡرَأۡ بِٱسۡمِ رَبِّكَ ٱلَّذِي خَلَقَ ١  خَلَقَ ٱلۡإِنسَٰنَ مِنۡ عَلَقٍ ٢  ٱقۡرَأۡ وَرَبُّكَ ٱلۡأَكۡرَمُ ٣  ٱلَّذِي عَلَّمَ بِٱلۡقَلَمِ ٤ عَلَّمَ ٱلۡإِنسَٰنَ مَا لَمۡ يَعۡلَمۡ ٥

(1)Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan (2)Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah (3) Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah(4)Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam (5)Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya (Al-Alaq: 1-5)

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِذَا قِيلَ لَكُمۡ تَفَسَّحُواْ فِي ٱلۡمَجَٰلِسِ فَٱفۡسَحُواْ يَفۡسَحِ ٱللَّهُ لَكُمۡۖ وَإِذَا قِيلَ ٱنشُزُواْ فَٱنشُزُواْ يَرۡفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مِنكُمۡ وَٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡعِلۡمَ دَرَجَٰتٖۚ وَٱللَّهُ بِمَا تَعۡمَلُونَ خَبِيرٞ ١١

11. Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan (Al-Mujaadilah: 11)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang menempuh jalan untuk menuntut ilmu syar’i, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga. Sesungguhnya para malaikat akan meletakkan sayap-sayapnya kepada para penuntut ilmu sebagai bentuk ridho atas yang telah dilakukan dan seluruh apa yang ada di langit dan di bumi akan memintakan ampunan kepada seorang penuntut ilmu, begitu juga ikan yang ada di tengah-tengah laut” (HR. Ahmad).
Rasulullah bersabda,  “Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para Nabi. Dan sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan dinar, tidak pula dirham, (tetapi) mereka mewariskan ilmu. Barangsiapa mengambilnya maka ia telah mengambil bagian yang banyak.” [HR Abu Dawud. Dishahihkan syaikh Albani]
Definisi Ilmu
Secara bahasa, al-‘ilmu adalah lawan dari al-jahl (kebodohan), yaitu mengetahui sesuatu sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dengan pengetahuan yang pasti. Secara istilah, dijelaskan oleh sebagian ulama bahwa ilmu adalah ma’rifah (pengetahuan) sebagai lawan dari al-jahl (ketidaktahuan). Menurut ulama lainnya, ilmu itu lebih jelas dari apa yang diketahui.1
 وَلَا تَقۡفُ مَا لَيۡسَ لَكَ بِهِۦ عِلۡمٌۚ إِنَّ ٱلسَّمۡعَ وَٱلۡبَصَرَ وَٱلۡفُؤَادَ كُلُّ أُوْلَٰٓئِكَ كَانَ عَنۡهُ مَسۡ‍ُٔولٗا ٣٦
36. Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai ilmu tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya (Al-Israa: 36)
1544. Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda: "Cukuplah seseorang itu dustanya apabila ia mengutarakan segala sesuatu yang didengar olehnya." (Riwayat Muslim)2

Ilmu adalah yang membuat dirinya takut hanya kepada allah.
...ۗ إِنَّمَا يَخۡشَى ٱللَّهَ مِنۡ عِبَادِهِ ٱلۡعُلَمَٰٓؤُاْۗ إِنَّ ٱللَّهَ عَزِيزٌ غَفُورٌ ٢٨
28. ....Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun (Fathiir:28)
Dr. Muhammad al-Bahi : Ilmu terbagi dua (1) Ma’rifat Ilahiyah (2) Ma’rifat al-Insaniyah.3
Syekh Abdur-Rahman al-Ahdhari dan Al-Darwi : “Ilmu berarti penjelasan tentang sesuatu dengan cara mengetahui sesuatu tersebut; atau sampainya jiwa kepada pemahaman makna sesuatu tersebut4
Syarif Ali bin Muhammad Al-Jurjani mengemukakan pengertian ilmu sebagai berikut:
1.   Suatu keyakinan yang pasti sesuai dengan kenyataan
2.   Perolehan gambaran sesuatu yang terdapat dalam akal
3.   Hasil pemahaman sesuatu sesuai dengan apa adanya (objektif)
4.   Hilangnya kesamaran/keraguan dalam menjelaskan objek yang dijelaskan
5.   Sifat yang melekat pada jiwa yang dapat mengetahui sesuatu secara global dan parsial
6.   Samapainya jiwa pada makna sesuatu
7.   Keterangan mengenai penyandraan yang khusus antara yang memahami dan yang dipahami
8.   Keterangan mengenai sifat yang mempunyai sifat
Kaidah-kaidah mencari Ilmu
1.   Tidak melampaui batas (adam tajawuz al-had)
۞وَعِندَهُۥ مَفَاتِحُ ٱلۡغَيۡبِ لَا يَعۡلَمُهَآ إِلَّا هُوَۚ وَيَعۡلَمُ مَا فِي ٱلۡبَرِّ وَٱلۡبَحۡرِۚ وَمَا تَسۡقُطُ مِن وَرَقَةٍ إِلَّا يَعۡلَمُهَا وَلَا حَبَّةٖ فِي ظُلُمَٰتِ ٱلۡأَرۡضِ وَلَا رَطۡبٖ وَلَا يَابِسٍ إِلَّا فِي كِتَٰبٖ مُّبِينٖ ٥٩
59. Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz) (Al-An’aam: 59)



2.   Membuat perkiraan dan Penetapan (Attaqdir wattaqrir)
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِن جَآءَكُمۡ فَاسِقُۢ بِنَبَإٖ فَتَبَيَّنُوٓاْ أَن تُصِيبُواْ قَوۡمَۢا بِجَهَٰلَةٖ فَتُصۡبِحُواْ عَلَىٰ مَا فَعَلۡتُمۡ نَٰدِمِينَ ٦
6. Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu (Al-Hujuraat: 6)

3.   Membatasi Persoalan (Attakhsis qabl al-bahts)
4.   Tidak sombong dan menentang kebenaran (Adam al-mukarabah wa al-‘inad)
وَلَوۡ نَزَّلۡنَا عَلَيۡكَ كِتَٰبٗا فِي قِرۡطَاسٖ فَلَمَسُوهُ بِأَيۡدِيهِمۡ لَقَالَ ٱلَّذِينَ كَفَرُوٓاْ إِنۡ هَٰذَآ إِلَّا سِحۡرٞ مُّبِينٞ ٧
7. Dan kalau Kami turunkan kepadamu tulisan di atas kertas, lalu mereka dapat menyentuhnya dengan tangan mereka sendiri, tentulah orang-orang kafir itu berkata: "Ini tidak lain hanyalah sihir yang nyata" (Al-An’aam:7)

5.   Melakukan check dan recheck (Al-Muraja’ah wa al-mu’awadah)
...ۚ إِن يَتَّبِعُونَ إِلَّا ٱلظَّنَّ وَمَا تَهۡوَى ٱلۡأَنفُسُۖ وَلَقَدۡ جَآءَهُم مِّن رَّبِّهِمُ ٱلۡهُدَىٰٓ ٢٣
23. .... Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan, dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka dan sesungguhnya telah datang petunjuk kepada mereka dari Tuhan mereka (An-Najm:23)
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ كُونُواْ قَوَّٰمِينَ لِلَّهِ شُهَدَآءَ بِٱلۡقِسۡطِۖ وَلَا يَجۡرِمَنَّكُمۡ شَنَ‍َٔانُ قَوۡمٍ عَلَىٰٓ أَلَّا تَعۡدِلُواْۚ ٱعۡدِلُواْ هُوَ أَقۡرَبُ لِلتَّقۡوَىٰۖ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرُۢ بِمَا تَعۡمَلُونَ ٨
8. Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan (Al-Maa-idah: 8)

6.   Berpegang teguh pada kebenaran hakiki (Al-Istimsaq bi al-haq)
ٱلۡحَقُّ مِن رَّبِّكَ فَلَا تَكُونَنَّ مِنَ ٱلۡمُمۡتَرِينَ ١٤٧
147. Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu (Al-Baqarah: 147)

7.   Menjauhkan dari tipu daya (Al-Ba’d an al-ghurur)
8.   Mewujudkan kebenaran haqiqi (Al-Jahr bi al-haq)
9.   Menyerukan Kebenaran Hakiki (Al-da’wat ila al-haq)
10.        Mempertahankan kebenaran hakiki (Al-dafa’u an al-haq)

_________________________________________________________
1  Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, Panduan Lengkap Menuntut Ilmu bab Definisi Ilmu, Keutamaan dan Hukum Mencarinya
2 Imam An-Nawawi, Riyadus Sholihin Kitab Hal-Hal yang Dilarang, Bab 262.
3 Syukriadi Sambas, Mantik Kaidah Berpikir Islami Bab IV Metode Berfikir.

4 Syekh Hasan Darwisy al-Quwaisiny, Syarah Matn al-Sulam fi al-Manthiq, Said bin Nabhan, Surabaya, tt, hlm. 10-11.

Senin, 17 November 2014

HARAPAN PENDIDIKAN PADA PEMERINTAHAN BARU

Jika tak ada halang merintang, hari ini Republik Indonesia akan memiliki Presiden baru. Rakyat Indonesia, bertumpu harap pada Presiden pemerintahan baru ini. Apalagi, selama ini, Jokowi- JK mengusung jargon Revolusi Mental dalam setiap kampanyenya. Semoga, jargon ini tak sekadar menara gading, tapi benar-benar nyata. Jargon ini terdengar mengandung makna perhatian khusus terhadap sumberdaya manusia. Berbicara manusia dalam sebuah negara, tentunya tak akan lepas dari wacana tentang penguatan dalam bidang Pendidikan.

Dahulu, pada saat wakil presiden Megawati diangkat menjadi Presiden, untuk pertamakalinya dalam sejarah Indonesia, Pendidikan mendapat perhatian khusus. Pendidikan, menjadi salah satu prioritas yang tercantum dalam visi misi pemerintahan pada waktu itu. Sehingga, pada saat ini jikalah disebut sejarah berulang, yakni pemerintahan kembali dipegang oleh platform yang sama, pendidikan harus kembali mendapat tempat terbaiknya dalam prioritas pemerintahan.

Wacana perlunya perbaikan pendidikan, akhir-akhir ini semakin menguat. Pasalnya, kenyataan di lapangan memperlihatkan potret buruk dunia pendidikan. Beberapa kali juga, raport merah didapatkan kementrian yang mengurusi pendidikan. Sudah sepatutnya, hal ini menjadi titik evaluasi untuk memformulasi penyelenggaraan pendidikan dengan lebih baik. Jangan sampai, negeri ini kembali jatuh dalam lubang yang sama. Apalagi, dalam rangka menyongsong bonus demografi di seabad kemerdekaan nanti.

Setidaknya, ada beberapa hal yang perlu diperbaiki oleh pemerintahan baru dalam bidang pendidikan. Pertama, perkuat infrastruktur pendidikan yang merata di seluruh wilayah Indonesia. Wacana klise dan basi ini seolah batu sandungan yang sama setiap tahunnya. Terkadang, reformasi dalam pendidikan harus kandas akibat persoalan ini. Negeri ini, harus segera menyelesaikan penyakit akut terkait infrastruktur ini. Jangan ada lagi, potret anak bangsa yang harus belajar di kandang kambing atau harus melintas jembatan roboh demi memenuhi hak pendidikan.

Kedua, perbaiki Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK). Betapa seringnya tercium bau busuk dari perilaku para tenaga pendidik yang mencoreng nama baik pendidikan. Anak didik, yang menjadi generasi bangsa, yang mungkin juga jadi pendidik akhirnya meniru kesalahan yang sama. Untuk memutus lingkaran setan ini, merombak kurikulum seperti yang digulirkan pemerintahan lama bukan langkah yang tepat, memperbaiki dan memperkuat kualitas LPTK penghasil guru jauh lebih perlu. Pengguna kurikulum, adalah guru, sehingga akan sangat percuma sebagus apapun kurikulumnya kalau gurunya tak berkualitas. Orientasi perbaikan pendidikan tak bisa dilakukan secara top down lagi, tapi mesti berorientasi bottom up.

Ketiga, fokuskan tujuan pendidikan untuk menyongsong masa depan. Orientasi pendidikan harus memprioritaskan pada kebutuhan-kebutuhan dan keahlian yang diperlukan dimasa datang. Griffin dalam The Assesment and Teaching of 21st-Century Skills (ATC21S) telah mendefinisikan keahlian yang diperlukan masyarakat dunia dimasa depan.

Keahlian tersebut mencakup, yang pertama: menuntut sumberdaya manusia memiliki keahlian dalam berfikir, mencakup keterampilan dalam berkreatifitas dan berinovasi, berfikir kritis, penyelesaian masalah, mengambil keputusan, serta metakognisi yakni belajar memahami bagaimana belajar. Dalam unsur kognitif, pendidikan mesti difokuskan pada hal-hal tersebut agar terbiasa dan siap menghadapi globalisasi.

Selanjutnya, pendidikan mesti mengupayakan pesertanya untuk melek terhadap berbagai informasi, termasuk keterampilan memilih dan memilah berbagai informasi. Selain itu, juga melek terhadap teknologi informasi dan komunikasi yang menjadi medium utama dalam kehidupan di masadepan. Ini merupakan tools of working di abad ini. Juga keterampilan berkomunikasi dan berkolaborasi, sebagai bagian penting dalam ways of working dimasa depan.

Terakhir, yang tidak kalah pentingnya, adalah pendidikan yang mesti memberikan cara bagaimana hidup bermasyarakat di dunia. Pemahaman kewarganegaraan baik lokal maupun sebagai penduduk dunia harus difahami, agar dapat diterima oleh masyarakat dunia. Juga tentang keterampilan kehidupan dan karir, serta tanggung jawab personal dan sosial yang mencakup kompetensi dan kesadaran kultural.

Semoga pemerintahan kedepan, memiliki visi yang kuat untuk pendidikan. Memperbaiki pendidikan merupakan investasi penting bagi bangsa ini. Memang tidak populer karena hasilnya tidak dapat dinikmati secara langsung. Akan tetapi, jika pendidikan mendapat perhatian serius dan tepat, maka masa depan bangsa yang lebih baik, bisa terwujud.

Rabu, 29 Oktober 2014

Pengantar Logika

Dalam kehidupan demokrasi, Pers yang sering disebut sebagai pilar keempat, sama dengan tiga pilar lainnya berupaya menegakan kebenaran. Pilar pertama, eksekutif atau pemerintahan harus menyelenggarakan pemerintahan yang benar dan masuk akal sehingga tidak merugikan masyarakat yang diperintah. Pilar kedua, legislatif berupaya menghasilkan produk-produk legislasi yang mengatur kehidupan bermasyarakat yang benar dan juga tidak merugikan masyarakat. Pilar ketiga, yudikatif juga menyelenggarakan penegakan hukum yang menganut pada kebenaran agar berlaku adil dan tidak merugikan. Begitupun Pers, sebagai bagian dari pilar tegaknya kehidupan bermasyarakat, harus berupaya menganut kaidah-kaidah kebenaran agar juga tidak merugikan masyarakat.

Pertanyaan yang mucul dari pernyataan diatas adalah, bagaimana kita bisa mendapatkan kebenaran tadi? Kebenaran apa yang dianut agar tidak merugikan? Apakah selamanya, yang menguntungkan masyarakat adalah sebuah kebenaran? Pertanyaan-pertanyaan tersebut mungkin agak sulit dijawab karena akan memunculkan berbagai kemungkinan. Relativitas kebenaran, menjadi batu sandungan ketika menentukan bahwa sesuatu itu benar atau tidak. Lalu, pertanyaan selanjutnya pun muncul: dengan menggunakan apa kita menemukan sebuah kebenaran? Jawabannya adalah : Logika. Logika adalah sebuah alat untuk mendapatkan sebuah kebenaran.

Secara etimologis, logika berasal dari kata benda Logos. Logos berarti sesuatu yang diutarakan, suatu pertimbangan akal. Menurut Jan Hendrik Rapar (1996:9) logika adalah suatu pertimbangan akal atau pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa. Ada yang menyebut logika ini sebuah ilmu, tapi ada juga yang menyatakan bahwa logika ini merupakan sebuah seni (art) keterampilan untuk berpikir secara lurus, tepat dan teratur. Sebagai teknik dan metode, logika juga disebut sebagai cara untuk meneliti ketepatan berpikir. Logika merupakan cabang filsafat yang mempelajari, menyusun, mengembangkan dan membahas asas-asas, aturan-aturan formal, prosedur-prosedur, serta kriteria yang sahih bagi penalaran dan penyimpulan demi mencapai kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan secara rasional (Rapar, 1996).

Buat apa mempelajari logika? Setidaknya ada empat kegunaan logika, pertama, membantu setiap orang untuk berpikir secara rasional, kritis, lurus, tepat, tertib, metodis dan koheren; kedua, meningkatkan kemampuan berpikir secara abstrak, cermat, dan objektif; ketiga, menambah kecerdasan dan meningkatkan kemampuan berpikir secara tajam dan mandiri; keempat, meningkatkan cinta akan kebenaran dan menghindari kekeliruan serta kesesatan berfikir.

Hukum dasar Logika
    
      Ada empat hukum dasar logika yang merupakan dasar kebenaran umum yang berlaku. Keempat hukum tersebut ialah principium identitatis, principium contradictionis, principium exclusii tertii dan principium rationis sufficientis.
1.    Principium indetitatis (law of identity)
Artinya hukum kesamaan. Merupakan kaidah pemikiran yang menyatakan bahwa sesuatu hanya sama dengan “sesuatu itu sendiri”. Jika sesuatu itu p maka p identik dengan p, atau p adalah p.  Dapat pula dikatakan: jika p maka p dan akan tetap p. Misalnya, Kucing, haruslah kucing yang itu yang memiliki kaki empat, berbulu, mengeong. Selamanya, kucing akan tetap itu. Karena identitasnya.
         
2.    Principium Contradictionis (Law of Contradiction)
Hukum kontradiksi adalah kaidah pemikiran yang menyatakan bahwa tidak mungkin sesuatu pada waktu yang sama adalah "sesuatu itu dan bukan sesuatu itu."  Yang dimaksudkan ialah mustahil ada sesuatu hal yang pada waktu bersamaan saling bertentangan.  Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa tidak mungkin p pada waktu yang adalah p dan bukan p.
Sir William Hamilton (1788-1856) menyebut hukum ini sebagai hukum tanpa pertentangan (Law of No Contradiction) karena kaidah itu menegaskan bahwa tidak boleh ada sesuatu yang pada waktu yang sama saling bertentangan. Misalnya, manusia bukan jin. Tidak bisa, seorang manusia juga seorang jin.
3.    Principium Exclusi Tertii (Law of Excluded Middle)
Hukum penyisihan jalan tengah adalah kaidah yang menjelaskan bahwa sesuatu itu pasti memiliki suatu sifat tertentu atau tidak memiliki sifat tertentu itu dan tidak ada kemungkinan lain.  Jadi p = q atau p / q.  Dengan kata lain, misalnya sebuah batu haruslah keras atau tidak keras; diam atau tidak diam.
4.    Principium Rationis Sufficientis (Law of Sufficient Reason)
Bahwa jika terjadi perubahan pada sesuatu, perubahan itu haruslah berdasarkan alasan yang cukup. Itu berarti tidak ada perubahan yang terjadi dengan tiba-tiba tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan secara rasional.  Hukum ini merupakan pelengkap hukum identitas.
     Itulah empat hukum kebenaran yang universal dan tidak terbantahkan. Jikalah ada yang tidak sesuai, artinya ada sebuah kesalahan dalam bernalar. Karena, tidak masuk pada akal dan logika. Kesalahan-kesalahan dalam berfikir, sangat dimungkinkan dalam bernalar. Bisa jadi seseorang mengalami kesalahan dalam mengambil kesimpulan. Berikut adalah beberapa kesalahan umum dalam berfikir yang sering ditemukan.
1.    Argumentum ad Hominem
  Argumentum ad Hominem adalah bentuk argumen yang tidak ditujukan untuk menangkal argumen yang disampaikan oleh orang lain tetapi justru menuju pada pribadi si pemberi argumen itu sendiri. Argumen itu akan menjadi sesat-pikir ketika ia ditujukan menyerang pribadi lawan demi merusak argumen lawan. Kalimat populernya adalah: shoot the messenger, not the message. Ada banyak bentuk ad hominem, namun yang paling umum dan dijadikan contoh di sini adalah ad hominem cercaan. Ad hominem termasuk dalah satu sesat-pikir yang paling sering dijumpai dalam debat dan diskusi politik, yang biasanya akan membawa topik ke dalam debat kusir yang tak ada ujung pangkal. Ad hominem tidak sama dengan penghinaan, celaan, atau cercaan. Sejatinya, ad hominem ada dalam premis dan pengambilan kesimpulan berupa logika yang langsung mengarahkan argumennya pada seseorang dibalik suatu argumen. Dan tendensinya bisa saja bukan merupakan penghinaan, namun hanya mengkaitkan dua hal yang tidak berhubungan sama sekali. Sederhananya, bisa dikatakan ad hominem jika itu berupa premis dan kesimpulan, untuk menjatuhkan argumen lawan.

Contoh : “Sarah berkata bahwa Zaki harus jadi presiden BEM universitas X. Bob menjawab dengan apakah kita harus percaya dengan perkataan wanita yang sering gonta-gant pacar, memiliki gaya rambut aneh, dan sering bangun kesiangan.”

2.    Red Herring
  Red Herring adalah argumen yang tak ada sangkut-pautnya dengan argumen lawan, yang digunakan untuk mendistraksi atau mengalihkan perhatian orang dari perkara yang sedang dibahas, serta menggiring menuju kesimpulan yang berbeda. Sesat-pikir ini biasanya akan keluar jika seseorang tengah terdesak. Ia akan langsung melemparkan umpannya ke topik lain, di mana topik lain ini sukar dihindari untuk tidak dibahas. Itu karena biasanya pemilihan topik lain itu ‘baunya’ cukup kuat seperti perumpamaan ikan merah (red herring) atau terasi bagi orang Indonesia (meminjam istilah Herman Saksono), antara lain topik yang aktual atau isu yang cukup dengan lawan debat atau audiens.
Contoh:
Andi: Polisi harusnya menindak tegas para aktivis lingkungan yang berdemo hingga menyebabkan macet di beberapa ruas jalan.
Badu: Anda merasa makin panas dan gerah saat macet kan? Kita harus peduli dengan isu global warming itu, bagaimana opini Anda?
(ketika Andi mengemukakan opininya tentang global warming, maka jatuhlah ia ke dalam topik baru)
3.    Straw Man
  Straw Man yaitu argumen yang membuat sebuah skenario yang dengan suatu imej yang menyesatkan, kemudian menyerangnya. Untuk membuat ‘manusia jerami’ (straw man) adalah dengan membuat ilusi telah menyangkal suatu proposisi dengan mensubstitusinya dengan sesuatu yang mirip namun dangkal dan mudah diserang, tanpa pernah benar-benar menyangkal argumen lawan yang sebenarnya. Seperti namanya, manusia jerami adalah sasaran yang empuk dan mudah untuk diserang. Menyerang manusia jerami yang diciptakan dari manipulasi argumen lawan akan membuat argumen diri sendiri terlihat kuat dan bagus. Pada umumnya, selain terdapat dalam kampanye, manusia jerami ini akan dikeluarkan setelah lawan selesai bicara mengenai perkara yang dibahas.

Contoh : 
A: Seharusnya anak-anak tidak sering makan permen dan es krim, karena tidak baik untuk gigi.
B: Tidak memberi mereka es krim dan permen? Kamu mau merusak masa bahagia mereka sebagai anak-anak?
(Padahal A tidak bilang, anak-anak seharusnya tidak diberi es krim dan permen. A berpendapat „tidak sering makan“, tapi dibesar-besarkan oleh B)

4.    Guilt by Association
  Guilt by Association berciri-ciri tipe generalisasi umum–yang terlalu cepat mengambil kesimpulan–yang meyakini bahwa sifat-sifat suatu hal berasal dari sifat-sifat suatu hal lain. Sesat-pikir ini bisa berupa ad hominem, biasanya dengan menghubungkan argumen dengan sesuatu hal diluar argumen itu, kemudian menyerang si pembuat argumen. Ini adalah bentuk ekstrim dari majas Totum pro parte yang mana berupa seolah-olah pengungkapan keseluruhan objek padahal yang dimaksud hanya sebagian. Intinya adalah mencari kesalahan seseorang dari apa saja yang berkaitan dengannya, lalu jadikan hal tersebut argumen untuk menjatuhkannya.


Contoh: Gusdur banyak bergaul dengan golongan sekuler. Golongan sekuler itu kebanyakan berasal dari Amerika. Pasti Gusdur adalah seorang liberal dan antek-antek Amerika.
(lihat bagaimana dengan mudah menggeneralisasikan seseorang berdasarkan hubungannya dengan hal lain)
5.    Perfect Solution Fallacy
  Perfect Solution Fallacy adalah sesat-pikir yang terjadi ketika suatu argumen berasumsi bahwa sebuah solusi sempurna itu ada, dan sebuah solusi harus ditolak karena sebagian dari masalah yang ditangani akan tetap ada setelah solusi tersebut diterapkan. Asumsinya, jika tidak ada solusi sempurna, tidak akan ada solusi yang bertahan lama secara politik setelah diimplementasi. Tetap saja, banyak orang tergiur oleh ide solusi sempurna, mungkin karena itu sangat mudah untuk dibayangkan.
Contoh:
Penerapan UU Pornografi ini tidak akan berjalan dengan baik. Pemerkosaan akan tetap terjadi.
(argumen yang tidak memperhatikan penurunan tingkat kriminalitas asusila)
6.    Argumentum ad Verecundiam
Argumentum ad Verecundiam terjadi ketika mengacu pada seseorang yang dianggap positif sebagai pakar atau ahli sehingga apa yang diucapkannya adalah sebuah kebenaran. Otoritas kepakaran seseorang yang mengucapkan suatu hal tersebut kemudian otomatis diakui sebagai sesuatu yang pasti benar, meskipun otoritas itu tidak relevan
Contoh:
Andi mengatakan Zina itu boleh karena Ustadznya mengajarkan demikian, Budi mengatakan sebaliknya dengan Argumen yang diberikan berdasarkan apa yang diajarkan Al-Qur’an.
dalam hal ini Andi melakukan kesesatan berpikir Argumentum  Ad Verecundiam, karena Andi menggunakan Otoritas yang salah.
7.    Poisoning the Well
Poisoning the Well adalah sesat-pikir yang mencegah argumen atau balasan dari lawan dengan cara membuat lawan dianggap tercela dengan berbagai tuduhan bahkan sebelum lawan sempat bicara. Teknik meracuni sumur ini lebih licik dari sekadar mencela lawan karena akan membuatnya menghina diri sendiri karena menyambut argumen yang telah diracuni tersebut.
Contoh:
Kami menduga Metro TV akan melakukan negative campaign untuk menjatuhkan Prabowo.
(dan apa yang Metro TV beritakan tentang Prabowo dalam akan dianggap sebagai upaya menjatuhkan Prabowo/Gerindra)
8.    Argumentum ad Temperantiam
Argumentum ad Temperantiam adalah kesesatan yang menyatakan bahwa pandangan pertengahan adalah sesuatu yang benar tanpa peduli nilai-nilai lainnya. Serta juga menganggap jalan tengah sebagai pertanda kekuatan suatu posisi. Meskipun dapat menjadi nasihat yang bagus, namun kesesatannya disebabkan karena ia tak punya dasar yang kuat dalam argumen karena selalu berpatokan bahwa jalan tengah adalah yang benar. Penggunaannya kadang dengan membuat-buat posisi lain sebagai posisi yang ekstrim.
Contoh:
Daripada mendukung komunisme atau mendukung kapitalisme, lebih baik ideologi Pancasila yang merupakan jalan tengah keduanya.
(sedikitpun tidak menjabarkan kelebihan dan kekurangan masing-masing sistem)
9.    Ipse-dixitism
Ipse-dixitism adalah argumen dengan dasar keyakinan yang dogmatis. Seseorang yang menggunakan Ipse-dixitism mengasumsikan secara sepihak premisnya sebagai sesuatu yang disepakati, padahal tidak demikian. Premis yang diajukan dalam argumen seolah-olah merupakan fakta mutlak dan telah disepakati bersama kebenarannya, padahal itu hanya dipegang oleh pemberi argumen, tidak bagi lawannya. Sesat-pikir ini akan berujung pada debat kusir.
Contoh:
Ideologi liberalis dan kapitalis telah terbukti gagal dan hanya menyengsarakan rakyat, karena itu harus diganti dengan sistem spiritual.
(ideologi yang gagal itu belum disepakati lawan bicaranya, jadi bagaimana langsung dapat menggulirkan solusi?)
10. Proof by Assertion
Proof by Assertion adalah kesesatan dimana suatu argumen terus-menerus diulang tanpa mengacuhkan kontradiksi terhadapnya. Kadang ini diulang hingga diskusi pun jenuh, dan pada titik ini akan dianggap sebagai fakta karena belum dikontradiksi. Sesat-pikir ini sering digunakan sebagai retorika oleh politikus, atau dalam debat sebagai usaha menggagalkan penetapan suatu undang-undang dengan pidato yang amat panjang dan tak habis-habis. Dalam bentuk yang lebih ekstrim lagi, juga bisa menjadi salah satu bentuk pencucian otak. Penggunaannya dapat diamati dari penggunaan slogan politik yang terus-menerus diulang.
Contoh:
Ambil uangnya, jangan pilih orangnya! Karena, kita tidak boleh membiarkan korupsi disekitar kita. Maka apabila ada politikus, menyogok, maka ambil saja uangnya tapi jangan pilih orangnya. Benar kan? Kalau kita memilih orangnya, maka dia akan korupsi. Maka dari itu, ambil saja uangnya tapi orangnya jangan dipilih
 [dan seterusnya, berbelit-belit] (selama dua bulan cuek terhadap argumen balasan dan terus mengulang perkara yang sama)
11. Two Wrongs Make a Right
Two Wrongs Make a Right adalah kesesatan yang terjadi ketika diasumsi bahwa jika dilakukan suatu hal yang salah, tindakan salah yang lain akan menyeimbanginya. Sesat-pikir ini biasa digunakan untuk menggagalkan tuduhan dengan menyerang tuduhan lain yang juga dianggap salah.
Contoh:
Dedi: Soeharto merebut kekuasaan dari Bung Karno dan akhirnya ia berkuasa dengan tangan besi.
Amir: Tapi Soekarno juga mengangkat dirinya sebagai presiden seumur hidup!
(ya, tapi itu bukan berarti apa yang dilakukan Soeharto itu benar)
12. Argumentum ad Novitam
Argumentum ad Novitam muncul ketika sesuatu hal yang baru dapat dikatakan benar dan lebih baik, dengan mengasumsikan penggunaan hal yang baru berbanding lurus dengan kemajuan zaman dan sama dengan kemajuan baru yang lebih baik. Sesat-pikir ini selalu menjual kata ‘baru’, dengan menyerang suatu hal yang lama sebagai hal yang gagal dan harus diganti dengan yang lebih baru.
Contoh:
Mengganti golongan tua dengan golongan muda serta wajah baru di parlemen akan membuat negara ini lebih baik.
(tapi masalah seperti korupsi bukan perkara tua atau muda)
13. Argumentum ad Antiquitam
Kebalikan dari Argumentum ad Novitatem, ketika sesuatu benar dan lebih baik karena merupakan sesuatu yang sudah dipercaya dan digunakan sejak lama. Argumen ini adalah favorit bagi golongan konservatif. Nilai-nilai lama pasti benar. Patriotisme, kejayaan negara, dan harga diri sejak puluhan tahun silam. Sederhananya, sesat-pikir ini adalah kebiasaan malas berpikir. Dengan selalu berpatokan bahwa cara lama telah dijalankan bertahun-tahun, maka itu dianggap sesuatu yang pasti benar.
Contoh:
PDI-Perjuangan telah memperjuangkan nasib wong cilik sejak berpuluh-puluh tahun yang lalu, maka pilihlah moncong putih.
(berpuluh-puluh tahun berjuang, lalu apa hasilnya?)

14. False Dichotomy 
False Dichotomy atau False Dilemma terjadi apabila argumen hanya melibatkan dua opsi, yang seringkali berupa dua titik ekstrim dari beberapa kemungkinan, di mana masih ada cara lain namun tidak disertakan ke dalam argumen. Biasanya sesat-pikir ini menyempitkan opsi menjadi dua saja, walaupun masih ada opsi lain. Bahkan kadang-kadang menyempitkan opsi menjadi satu, sehingga seolah-olah mau tidak mau harus menyetujuinya.
Contoh:
Sistem pendidikan yang fraksi kami ajukan harus segera disahkan dan dilaksanakan, jika tidak, kemerosotan moral pasti akan menghinggapi generasi muda kita.

(opsi lainnya tidak disertakan sehingga membuat argumennya mau tidak mau harus disetujui)