Kamis, 27 Februari 2014

FRAMING dan BARGAINNING

Seorang terpelajar harus sudah adil sejak dalam fikiran, apalagi dalam perbuatan.
–Pramoedya Ananta Toer

Sebelum saya menjelaskan tentang apa itu framing berita dan bagaimana fungsi dari bargainning dari sebuah berita yang ditelurkan Pers Mahasiswa, saya ingin mengajak anda untuk menyadari satu hal : pers mahasiswa berbeda dengan media mainstream!

Ini perlu ditegaskan, terkadang kita mempersepsikan bahwa Pers Mahasiswa berkegiatan sebagaimana halnya media mainstream berkegiatan. Meskipun Lembaga Pers Mahasiswa, menggunakan kata “pers”, tidak berarti kita harus mengeneralisasi bahwa LPM sama dengan Tempo, Kompas, Pikiran Rakyat, dan media mainstream lainnya.

Kenapa ini perlu disadari oleh setiap anggota Pers Mahasiswa? Jawabannya, tiada lain untuk membuat Pers Mahasiswa tidak kehilangan posisinya di kampus. Inilah yang saya sebut bargainning. Anda dapat bayangkan, di kampus jumlah mahasiswa tak kurang dari sekitar 9 ribu orang. Setiap orang memiliki seleranya masing-masing. Ditambah, media yang dibaca oleh mahasiswa begitu beragam, mulai dari mejalah dinding di setiap jurusan, pamflet-pamflet, koran harian, hingga majalah-majalah. Belum lagi textbook yang berjubel, dan bacaan-bacaan lainnya. Bahkan, saat ini mahasiswa lebih gandrung berlama-lama depan laptop atau gadgetnya dibanding dengan tulisan-tulisan media cetak.

Anggota Pers Mahasiswa perlu belajar dari pola sosiologis ini jika ingin mempertahankan eksistensinya sebagai Pers. Artinya, jika prodak-prodak Pers Mahasiswa tak menjadi sebuah alternatif bacaan serta tak memiliki ciri khas diantara berseliwerannya bacaan mahasiswa, lambat laun Pers Mahasiswa tinggal cerita. Pers Mahasiswa kerdil bukan karena tak memiliki prodak! Pers Mahasiswa kerdil saat prodaknya tak berarti apa-apa di benak mahasiswa.

Lantas apa yang menjadi ciri khas dari Pers Mahasiswa? Jelas yang pertama adalah Idealisme! Idealisme Pers Mahasiswa adalah spirit dari Lembaga Pers Mahasiswa. Didalamnya merupakan himpunan-himpunan ide segar yang tak tersentuh oleh hal-hal yang pragmatis maupun intervensi kekuasaan. Hanya ketika di Pers Mahasiswa lah, kita bisa dengan bebas berfikir, bebas menulis tanpa harus berfikir apakah tulisan kita akan menambah penghasilan atau tidak, tanpa harus berfikir tulisan kita menyinggung pemilik saham media atau tidak, serta hal-hal yang berbau kepentingan pragmatis lainnya.

Akan tetapi, konsekuensi dari kebebasan itu membuat kita harus menyadari sesuatu : Pertama, karena kita memiliki kebebasan berfikir, maka pola fikir kita harus benar. Kedua, karena kita terlepas dari kepentingan, keberpihakan kita harus independen. Ini paradigma, perlu kita tanamkan terlebih dahulu dalam benak kita. Orientasi Pers Mahasiswa bukanlah MENULIS! Orientasi Pers Mahasiswa adalah menghimpun ide-ide untuk merubah sesuatu yang keliru. Sebagai alat untuk menyebarluaskan ide-ide segar kita, baru kita berbicara tulisan. Tanpa ide, kita akan kesulitan untuk menulis. Tanpa ide, tulisan kita tak punya kekuatan untuk merubah apapun.

Jadi, kalau sampai saat ini anda berfikir bahwa Pers Mahasiswa adalah tempat untuk latihan menulis, fikiran anda terlalu dangkal. Ada yang jauh lebih penting dari sekadar menulis: menciptakan perubahan dengan ide dan tulisan! Semoga ini menjadi cita-cita anda berada di Pers Mahasiswa.

Ini sekadar Prolog saja, untuk memudahkan anda memahami apa itu Framing Berita.

Menurut saya, Framing adalah bagian penting dalam jurnalistik apalagi dalam dunia Pers Mahasiswa. Kenapa? Karena tanggung jawab Pers Mahasiswa sebagai bagian dari agen perubahan, mengharuskan untuk memiliki senjata yang ampuh untuk memicu lahirnya perubahan. Namun, terkadang api semangat perubahan itu hanya berkobar-kobar saja dalam ruang-ruang diskusi. Tersandar di ruang sunyi, beku tanpa aksi. Walhasil, luapan semangat cita-cita itu tak pernah jadi apa-apa.

Sebagaimana kata pepatah, “Matahari tak akan pernah membakar jika tidak difokuskan”. Begitupun ide-ide yang tertuang dalam tulisan kita. Terkadang, hanya semangatnya saja yang besar berkobar-kobar di ruang redaksi, tapi ketika dalam tulisan, tak membuat orang tergerak melakukan sesuatu. Oleh karena itulah, Framing diperlukan dan begitu penting.

Framing, berasal dari bahasa Inggris yang asalnya “Frame” yang berarti “Bingkai”. Kalau anda berfikir, Framing adalah merangkai sebuah potongan-potongan potret menjadi sebuah bentuk gambar yang menarik, lalu anda membingkainya dengan bingkai yang unik sehingga menimbulkan gairah orang untuk melihatnya, benar! Itulah Framing!

Framing adalah kegiatan untuk merangkai sesuatu agar menjadi menarik dan memiliki kekuatan. Saya ilustrasikan sebagai berikut:

Bayangkan ada dua buah potret seorang anak dengan anjing di sampingnya. Potret yang pertama, sesuai dengan potret asllinya seorang anak berdiri disamping seekor anjing, disana terdapat meja, juga bola, serta tong sampah. Gambaran ini, pastinya biasa saja tak ada yang menarik didalamnya. Barang-barang lainnya selain seorang anak dan seekor anjing, tak begitu berarti dalam potret tersebut.

Lantas, pada potret kedua, kita membuat sedikit modifikasi, potret itu kita potong lantas kita buang barang-barang di sekitarnya (meja, bola, tong sampah, dll),lantas kita tambahkan potongan potret ibu dan ayahnya di samping anak dan anjing, serta kita tempatkan di depan background pegunungan, lantas kita tempelkan juga potongan-potongan huruf dan dirangkai menjadi tulisan HAPPY FAMILY. Setelah itu, kita bingkai dengan bingkai kayu yang memakai ukiran serta tempelan-tempelan.

Pertanyaannya, mana yang lebih menarik dan memiliki kekuatan? Lantas, apakah kita menyembunyikan fakta?

Pengertian ini pun sama ketika kita berbicara dalam konteks tulisan atau berita. Kita harus merangkai, memilih dan memilah fakta yang akan membuat tulisan kita menjadi fakta yang menarik dan memiliki kekuatan. Pada dasarnya, pengertian Framing sesimpel itu. Kalau ingin yang lebih rumit dan lebih formal, silahkan anda baca buku. Penjelasan-penjelasan tentang framing yang rumit, dapat anda jumpai dari ratusan buku tentang itu.

Dalam dunia jurnalistik, pada dasarnya kita merangkai fragmen-fragmen fakta yang ditemukan dilapangan lalu kita menuliskannya secara sistematis sehingga menghasilkan tulisan yang menarik. Merangkai berbagai fakta lalu disajikan dalam paragraf pada dasarnya sudah dapat kita sebut sebagai framing. Akan tetapi, pengertian framing lebih khusus mengarah pada satu kegiatan untuk memfokuskan bahasan pada satu titik atau sudut pandang tertentu.

Pada saat kita melakukan liputan, berbagai fakta dan data berseliweran kita temui di lapangan. Fakta dan data tersebut ada yang memang betul-betul penting, ada yang kurang begitu penting. Salah satu keahlian jurnalis adalah memiliki “Sense of Journalistic”. Sense of journalistic ini adalah keterampilan untuk memilih dan memilah fakta-fakta apa saja yang menarik dan layak untuk disajikan dalam sebuah pemberitaan.

Acuan menarik atau tidaknya sebuah fakta, bukan didasarkan pada selera subjektif. Menarik atau tidak fakta-fakta jurnalistik harus mengacu pada nilai berita. Maka dari itu, langkah pertama agar memiliki keahlian sense of journalistic ini, adalah memahami secara komprehensif apa itu nilai berita. Nilai berita adalah seperangkat kriteria untuk menilai apakah sebuah kejadian cukup penting untuk diliput atau layak disajikan dalam sebuah berita. Ada beberapa nilai berita, seperti proximity (kedekatan), Prominence (Ketenaran), Timeliness (Aktualitas), Impact (Dampak), Magnitude (Keluarbiasaan), Conflict, Oddity (Keanehan), Disaster, Unique, Controversial, Human Interest, Suspense (Ketegangan), Sex, Simpathy, dll.

Saat kita terbiasa untuk menentukan kriteria suatu kejadian bernilai berita atau tidak, secara otomatis anda akan terlatih untuk mencium segala sesuatu menjadi sebuah berita. Penting atau tidaknya berita bukan berasal dari ruang redaksi, tapi dari alam fikiran jurnalis. Keterampilan inilah yang menjadi kunci untuk memasuki gerbang framing berita.

Setelah anda terbiasa menentukan kriteria layak berita, maka langkah yang selanjutnya adalah membuat bagaimana himpunan data-data yang penting itu dirangkai sedemikian rupa menjadi sebuah sajian tulisan yang menarik. Tidak hanya menarik, tapi harus menimbulkan sesuatu, setidaknya memicu orang untuk bereaksi, inilah ciri khas Pers Mahasiswa yang dimaksudkan tadi. Jika sebuah tulisan Pers Mahasiswa hanya bisa membuat pembaca “cuma sekadar tau aja”, apa bedanya Pers Mahasiswa dengan majalah dinding? Prodak Pers Mahasiswa harus membuat pembaca tergerak untuk melakukan sesuatu.

Framing, hampir mirip dengan agenda setting. Menurut Scheufele (1999:107 ) “secara praktis, framing bisa dilihat dari cara wartawan memilih dan memilah bagian dari relaitas dan menjadikannya bagian yang penting dari sebuah teks berita”. Kegiatan framing adalah kegiatan menyortir serta merangkai sebuah berita. Yang dirangkai adalah fakta-fakta yang relevan dengan tujuan yang disepakati dalam ruang redaksi. Fakta-fakta itu diupayakan merupakan fakta-fakta yang memicu orang untuk bergerak melakukan sesuatu.

Framing berita, bukanlah dilahirkan setelah liputan berlangsung. Jika hal ini terjadi, bisa-bisa jurnalis kebingungan akan apa yang harus mereka kumpulkan. Framing berita sepatutnya terlahir dalam diskusi di ruang redaksi. Bahkan kalau perlu, sebelum meliput berita, jurnalis terlebih dahulu membuat kerangka tulisan yang akan disajikan. Inilah yang disebut sebagai pembuatan outline. Bahkan lebih baik, sebelum liputan masing-masing jurnalis sudah menyiapkan bentuk berita semi lengkapnya yang mengacu pada studi pendahuluan. Sehingga, pada saat wawancara, jurnalis tinggal mengkonfirmasi saja kutipan-kutipan pernyataan yang sudah dibuat sebelumnya.
          
Teknik yang biasa dipakai dalam memframing berita adalah:
(i)                 defining problem, mendefinisikan masalah dengan pertimbangan-pertimbangan yang sering kali didasari oleh nilai-nilai kultural yang berlaku umum;
(ii)               diagnosing causes, mendiagnosis akar permasalahan dengan mengidentifikasi kekuatan-kekuatan yang terlibat dalam permasalahan;
(iii)             making judgement, memberikan penilaian moral terhadap akar permasalahan dan efek yang ditimbulkan; dan
(iv)             suggesting remedies, menawarkan solusi dengan menunjukkan perlakuan tertentu dan dugaan efek yang mungkin terjadi.

Setelah itu, penulis berita perlu juga mengetahui pengakat yang bisa dipakai dalam proses framing adalah:
(i)                 struktur sintaksis, yaitu penonjolan aspek yang dianggap penting pada judul, lead dan penutup berita;
(ii)               struktur skriptual, yaitu menghadirkan komponen kejadian yang memenuhi nilai berita;
(iii)             struktur tematis, yaitu menghadirkan ide dalam kalimat yang menguntungkan frase “sebab”, “karena”, dan “karena itu”; dan
(iv)              struktur retoris, yaitu memaknai metafor, contoh-contoh historis (exemplars), kata kunci, dan konotasi (depiction).

Untuk memahami dengan penuh bagaimana caranya memframing berita, memang memerlukan jam terbang serta latihan. Akan tetapi, prinsip-prinsip yang diuraikan diatas cukup dapat dijadikan acuan dasar dalam memframing berita.