Tampilkan postingan dengan label Deception. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Deception. Tampilkan semua postingan

Selasa, 22 Agustus 2017

Ketidakjujuran Akademik: Dinamika Perspektif Neurosains

Oleh : Isman Rahmani Yusron

Tidak jujur, terutama dalam dunia akademik, merupakan suatu sikap negatif individu yang secara umum tidak dapat diterima. Melakukan plagiarisme, menyontek dan berbagai bentuk kecurangan lainnya, adalah suatu tindakan yang dipersepsikan sebagai suatu pelanggaran dari pakem yang seharusnya dilakukan. Perilaku curang atau tidak jujur, merupakan suatu keputusan yang didalamnya mengandung intensi untuk tidak melakukan yang seharusnya. Dengan kata lain, seseorang yang melakukan kecurangan bukan tidak tahu bahwa apa yang dilakukannya merupakan suatu kesalahan, akan tetapi sengaja mengambil keputusan untuk tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan. Anderman & Murdock (2011) menyimpulkan dari berbagai analisis penelitian, ketika seseorang melakukan berbagai perilaku kecurangan, mereka memang membuat keputusan untuk terlibat dalam perilaku curang tersebut. Artinya, kecurangan, secara umum merupakan salah satu bentuk dari self deception, atau sikap menipu diri sendiri. Aspek moral dan emosional berperan dalam kaitan perilaku tersebut.

            Menurut Anderman & Murdock (2011), dalam perspektif belajar, curang merupakan suatu strategi yang dilakukan sebagai jalan pintas kognitif (cognitive shortcut). Menurutnya, siswa yang memilih untuk curang bukan karena mereka tidak tahu bagaimana strategi yang efektif atau simpelnya karena mereka tidak mau untuk menginvestasikan waktu untuk menggunakan berbagai strategi belajar. Artinya, bahwa kecurangan terjadi, ketika individu memilih jalan pintas dan tidak mau berupaya lebih untuk melakukan tindakan yang seharusnya. Jelas disini berarti bahwa melakukan kecurangan mengandung sebuah kompleksitas proses kognitif, tidak semata-mata perilaku spontan namun mengandung sebuah intensi dan proses pengambilan keputusan. Bahkan sebagai implikasi, terdapat dimensi perilaku yang disengaja dan diupayakan pada tindakan kecurangan. Atas dasar hal tersebut, dimensi kognitif berperan penting dalam perilaku kecurangan.

            Berdasarkan uraian singkat tersebut, memicu satu pertanyaan penting terkait perilaku kecurangan, terutama bagian otak mana yang memproses intensi kecurangan. Kompleksitas sudut pandang dalam melihat perilaku kecurangan pada tingkat personal, ada yang memandang terkait dengan afeksi, emosi, kognisi, konstruk sosial dan berbagai dimensi lainnya mengundang keingintahuan tentang fakta ilmiah mengenai bagian mana yang memproses suatu intensi dan tindakan kecurangan. Sebuah penelitian dari Abe et al., (2014) melakukan studi mengenai neural basis dari kecurangan dimana, dalam penelitian tersebut melalui alat functional magnetic resonance imaging (fMRI) mencoba melihat mekanisme neurokognitif seseorang ketika berintensi curang atau tidak jujur.

           Dalam penelitian yang dilakukan Abe et al. (2014), menganalisa subjek yang berjumlah 25 partisipan diantaranya 14 perempuan dan 11 laki-laki, dengan melihat dinamika aktivitas otak ketika partisipan diberi perlakuan yang memungkinkan menentukan keputusan untuk tidak jujur. Partisipan dengan umur rata-rata 22 tahun, diberikan 90 cerita yang memungkinkan untuk melakukan memilih tidak jujur yang negatif (Harmful story) dan 90 cerita  yang memungkinkan memilih tidak jujur positif (helpful story). Sebagai contoh dari Harmful story misalnya “kamu sedang berbelanja di mall, kamu membutuhkan untuk ke kamar mandi. Kemudian kamu tidak sengaja merusak pintu kamar mandi mall tersebut. Ketika sedang di kamar mandi, petugas kebersihan datang dan bertanya padamu apakah kamu tau kenapa pintu kamar mandi sampai rusak?. Apakah kamu akan jujur memberitahukan petugas bahwa kamu yang merusaknya atau kamu akan berbohong?”. Contoh Helpful story, sebagai berikut “Kamu lulus dari universitas dan kemudian diterima kerja, hal tersebut membuat bahagia orangtuamu yang telah didiagnosa kanker di rumahsakit. Karena krisis ekonomi, tak lama kamu dipecat oleh perusahaan. Hari berikutnya, saat kamu menjenguk ibumu, ibumu bertanya mengenai bagaimana pekerjaan kamu di perusahaan. Apakah kamu akan jujur bahwa kamu telah dipecat, atau akan memilih berbohong?”. Juga ditambah control story yang tidak berhubungan dengan pemilihan keputusan berbohong atau tidak.