Seringkali
kita dihadapkan dalam keharusan kita peduli kepada orang lain atau setidaknya
merasakan apa yang dirasakan atau bahkan menjadi objek dari curahan apa yang
dirasakan oleh orang lain. Hal ini juga menjadi salah satu unsur yang
seringkali kita temukan dalam kehidupan kita bergaul di lingkungan keluarga,
teman atau bahkan masyarakat yang lebih luas. Sehingga ketika kita tidak dapat
memahami apa yang orang lain percayakan kepada kita sebagai sandaran untuk
melepaskan apa yang menjadi beban di dirinya yang sudah tidak sanggup ia pikul,
maka seringkali kita merasa bingung dalam mengeluarkan solusi yang dia hadapi
atau bahkan salah – salah malah kita di musuhi teman kita karena tidak mengerti
apa yang dia rasakan.
Sebagian besar ketika seseorang
menemui temannya atau orang yang dipercayanya, membawa segudang masalah yang
tengah ia hadapi, dan tidak sedikit mereka bersikap egois dengan kondisi mental
serta emosional yang tidak terkendali dengan alasan merasa tidak kuat dengan
masalah yang ia hadapi tersebut, tanpa ia memikirkan bahwa orang yang menjadi “Tong Sampah” dari segudang masalahnya
tersebut, mempunyai masalah atau tidak. Kecenderungan egois serta arogansinya
dalam mengeluarkan masalahnya tersebutlah yang seringkali menjadi suatu kesalah
fahaman diantara keduanya. Sehingga ketika kita dihadapkan dalam situasi
sebagai “Tong Sampah” dari masalah
teman kita, maka kita seharusnya mengerti dan menjadi guide akan masalah yang teman kita hadapi tersebut.
Akar masalahnya terdapat pada
bagaimana kita bisa menjadi guide
yang baik bagi teman kita atau keluarga kita atau bahkan orang lain yang tidak
terlalu kita kenal dengan baik? Inilah yang menjadi persoalan besar, sehingga
kita membutuhkan pedoman untuk memahami orang lain.
Kunci dalam memahami orang lain atau
menjadi guide yang baik secara garis
besar terbagi menjadi 5 pokok; yang
pertama adalah, gunakan sifat empati.
Empati menurut KBBI yaitu “keadaan mental
yang membuat seseorang mengidentifikasi atau merasa dirinya dalam keadaan
perasaan atau pikiran yang sama dengan orang atau kelompok lain” atau
dengan kata lain kita senantiasa merasakan apa yang orang lain rasakan. Dengan
perasaan empati ini kita akan lebih mudah memberikan solusi atau jalan keluar
dari masalah yang tengah orang lain hadapi. Muncul pertanyaan, bagaimana kita
membangunkan rasa empati kita? Salah satu jawabannya adalah kita mencoba
merasakan ketika kita dihadapkan dalam keadaan yang teman kita alami, bagaimana
perasaan kita jika kita mengalami apa yang dia alami. Hal ini memang tidak
mudah, namun bisa kita latih dengan mencoba peka terhadap segala peristiwa yang
terjadi, senantiasa peduli, dan menjiwai apa yang kita lakukan dimasyarakat.
Dan yang paling penting pakailah hati nurani dalam setiap keadaan. Yang kedua, selalu mencoba untuk mendengar, inilah yang sebenarnya
menjadi kunci pokok, karena tanpa kita menjadi pendengar yang baik maka kitapun
tidak akan mampu untuk empati kepada orang lain apalagi memberikan solusi.
Betapa pentingnya menggunakan indera yang satu ini, karena dengan senantiasa
mendengar apa yang di keluhkan dan di curahkan teman kita maka dengan baik kita
akan terpancing untuk peduli terhadap masalahnya. Selalulah gunakan pendengaran
kita, dalam hal yang positif tentunya. Karena ketika kita terbiasa mendengar,
apapun itu, maka tingkat kepedulian, kepekaan bahkan kecerdasan dalam segala
hal pun akan ikut meningkat dengan timbal balik perlakuan positif serta
membanggakanlah yang kita terima dari masyarakat. Yang ketiga, senantiasa selalu bersabar.
Hal ini sangat kita butuhkan, dan sangatlah dianjurkan oleh siapapun juga,
dalam hal ini ketika kita diminta atau dihadapkan dalam situasi menjadi objek
curahan perasaan sahabat atau orang lain, maka kita harus senantiasa bersabar
mendengarkan dan ber empati terhadap dia, sabar menghadapai luapan emosi yang
ia keluarkan yang seringkali malah menjengkelkan kita, namun ketika kita sabar
dan di iringi dengan persaaan ikhlas menjadi pendengar yang baik, maka kita-pun
akan terlatih untuk memahami orang lain,
dan pasti akan menjadi guide yang
baik. Yang ke empat, berikan solusi, hal ini memang tidak
mudah, dan tidak semua orang bisa memberikan solusi yang positif dan bersifat
konstruktif. Namun hal ini bisa kita kuasai ketika kita membiasakan ketiga
kunci sebelumnya, yaitu empati, senantiasa mendengar, serta selalu sabar.
Biasakan hal tersebut, maka menjadi suatu keniscayaan kita dapat dengan mudah
memahami, serta memberikan solusi yang positif dan bersifat konstruktif, ketika
hal ini bisa kita kuasai, maka kita sudah layak menjadi guide atau pembimbing bagi orang lain. Yang terakhir, biasakan kita selalu
terbuka, ketika kita dipercaya orang lain untuk memahami serta menjadi
pembimbing dan pemberi saran bagi dia, maka selalulah kita terbuka kepada
mereka. Sifat terbuka juga harus kita tanamkan dalam diri kita ketika kita
sendiri mengalami masalah dalam hidup kita. Dengan hal tersebut, ketika kita
terbuka akan masalah kita kepada orang lain, maka dengan sendirinya kita akan
menemukan pucuk dari ke empat kunci sebelumnya. Maka jika kita ingin belajar
ber empati, mendengar serta bersabar, tanamkan sikap terbuka dalam diri kita,
dengan tujuan kita dapat merasakan, memahami, serta membimbing orang lain.
Uraian diatas merupakan untaian
rantai yang saling berhubungan. Sehingga menjadi satu kesatuan yang tumbuh
dalam diri kita untuk menguasai tidak hanya diri sendiri akan tetapi menguasai
orang lain. Dan hal ini ketika kita dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan
kita bergaul serta bermasyarakat, maka insya allah kita akan menjadi orang yang
dibutuhkan serta selalu menjadi sandaran dalam pertimbangan keputusan yang akan
diambil orang lain, sehingga ketika hal itu terjadi maka dengan mudah kita
mengendalikan orang lain, dalam hal yang positif tentunya.