Pers
Masyarakat awam sering menyalah
artikan, bahwa Pers dan Jurnalistik adalah itu-itu juga. Kadang tak sedikit
yang menyatakan bahwa insan pers dan jurnalis, hanya merupakan istilah yang
berbeda namun dengan konteks yang sama. Akan tetapi, sebetulnya istilah Pers
dan Jurnalistik merupakan sesuatu yang sama sekali berbeda.
Jika ditilik secara harfiah, pers
atau dalam Bahasa Inggris disebut Press,
berarti pencetak atau tekanan. Meski secara harfiah Pers, berarti mesin
pencetak, akan tetapi istilah ini memiliki makna lain. Awal penggunaan istilah
Pers/Press diawali saat Johanes Guttenberg pada tahun 1450 menemukan mesin
cetak.
Penemuan ini tak ayal merupakan titik
munculnya pencerahan, bahkan yang juga berperan pada lahirnya gerakan renaissance di penjuru eropa. Peran
pentingnya, sejak kemunculan alat pencetak ini, beredarlah produk-produk
tulisan yang diperbanyak kepada khalayak. Pada masa awal kemunculannya, alat
pencetak digunakan untuk mencetak pamflet atau buku yang dengannya digunakan untuk
menyebarluaskan ide dan gagasan.
Seiring kemunculan alat Press ini, mulai berhamburanlah berbagai
macam ide dan gagasan yang tersebar luas dibaca banyak orang. Sehingga, saat
banyak orang membaca gagasan-gagasan yang lainnya, timbullah ide-ide baru pemikiran-pemikiran
baru yang menggerakkan orang untuk melakukan sesuatu.
Betapa hebatnya pengaruh kelahiran
alat pencetak ini, membuat ide dan gagasan setiap orang bak amuba yang terus
membelah diri dan berkembang. Sehingga, banyak yang terpengaruh dan akhirnya
terlahir gerakan sosial yang massif akibat berbagai ide yang tersebarluas.
Sehingga dengan itu, kondisi sosial politik masyarakat terutama kecerdasan
masyarakat dalam merespon kondisi sosialnya senantiasa berubah. Yang dalam hal
ini dapat dikatakan bahwa Press ini
merupakan penyulut lahirnya perubahan di masyarakat.
Kondisi ini menjadikan Pers adalah
sebuah ikon. Pers merupakan alat atau bahkan senjata baru dalam melahirkan
perubahan. Kegiatan pers utamanya adalah menyebarluaskan ide dan pemikiran
kepada khalayak banyak. Sehingga, menghasilkan pergeseran makna yang asalnya
pers atau press ini identik dengan mesin pencetak, bergeser pada makna dimana
Pers merupakan kegiatan menyebarluaskan ide, gagasan, pemikiran yang bertujuan
untuk melahirkan perubahan di masyarakat, suatu bangsa maupun negara.
Identitas
pers menjadi identik dengan lembaga yang berkegiatan mengkaji, menelurkan ide,
mencari gagasan baru serta menghasilkan pemikiran yang cemerlang yang
selanjutnya disebarluaskan kepada khalayak agar dengan ide itu sama-sama
menciptakan tatanan perubahan sosial yang baru. Tak heran jika Mark Twain
mengungkapkan: “There are only two
things that can be lightening the world. The sun in the sky and the press in
the earth”. Pers, menjadi alat untuk mencerhakan dunia.
Menciptakan
gagasan baru, mempertajam analisa, mengembangkan pemikiran, serta mengkaji
realitas sosial adalah kegiatan utama dari pers sendiri. Sehingga, jika ada
yang mengatakan bahwa pers adalah hanya menulis berita, itu salah besar.
Jantung kehidupan pers ada dalam gagasan, lantas gagasan itu dituangkan dalam
tulisan.
Gaya tulisan bisa bermacam-macam,
bisa essay, bisa analisa, atau juga berita. Namun, yang paling penting, dalam
konteks pers, tulisan itu merupakan gagasan baru dan bertujuan untuk melahirkan
gerakan perubahan. Jika Pers di identikkan dengan melahirkan berita, maka
berita tersebut merupakan pengemasan dari ide-ide yang digagas dalam lembaga
pers. Cara mengemas gagasan dalam bentuk berita inilah yang disebut dengan
kegiatan jurnalistik.
Jurnalistik
Secara harfiah, jurnalistik artinya
kewartawanan. Kata dasar dari jurnalistik
adalah jurnal (journal), atau
laporan atau juga dapat diartikan catatan. Dalam bahasa prancis, jour berarti hari, atau laporan harian.
Asal muasal istilah jurnalistik ini berasal dari bahasa Yunani kuno “du jour” yang berarti hari, atau yang
bermakna kejadian hari ke hari. Sehingga, Jurnalistik adalah apa yang
dilaporkan berdasarkan kejadian hari ke hari. Tentunya, jurnalistik dalam
konteks pers, yakni laporan yang diberitakan dalam lembaran cetak.
Meski pada hari ini, baik pers dan
jurnalistik tak lagi merupakan kegiatan cetak mencetak, bisa gambar televisi,
tulisan daring, bahkan dengan berbagai media apapun termasuk yang kekinian di
media sosial. Apapun bentuknya, yang dilaporkan berisi spirit untuk
mempengaruhi publik untuk melakukan gerakan sosial yang merubah keadaan. Cara
bagaimana mengemas ide dan gagasan tersebutlah yang menjadi inti dari kegiatan
jurnalistik.
Dengan lebih gampang, kita katakan
bahwa jurnalistik adalah alat atau cara. Cara bagaimana mengemas sebuah gagasan
agar mudah difahami orang. Meski banyak cara, umumnya jurnalistik memakai cara
tulisan untuk membuat ide gagasan mudah dicerna banyak orang. Sebagaimana arti
harfiahnya, Jurnalistik berisi tentang bagaimana mengemas peristiwa atau
kejadian hari ke hari yang bernilai bagi masyarakat dengan kaidah-kaidah
tertentu. Walau bagaimanapun, jurnalistik hanyalah sebuah alat atau cara, cara
mewartakan kepada khalayak.
Secara konseptual, jurnalistik
sebagai proses merupakan aktivitas mencari, mengolah, menulis, dan
menyebarluaskan informasi kepada publik melalui media massa. Subjek yang
melakukan aktivitas ini disebut sebagai jurnalis atau wartawan. Kegiatan yang
dilakukan oleh jurnalis adalah mencari sebanyak banyaknya fakta dari sebuah
kejadian atau peristiwa, baik itu apa yang dilihat, dirasa maupun apa yang
didengar.
Selanjutnya, setelah hasil pencarian
dianggap cukup, lalu diolah, dirunut dan disesuaikan dengan kepentingan ide
yang dilahirkan dalam ruang redaksi. Berbagai olahan fakta yang didapat
jurnalis, setelah tersusun ide utamanya lalu dituangkan dalam tulisan. Jurnalis
menuliskan hasil olahan fikirannya yang didasarkan fakta yang didapat.
Terakhir, setelah tulisan tersebut terbentuk, lalu jurnalis bertugas untuk
menyebarluaskan informasi tersebut dalam berbagai media: cetak, online, gambar.
Sebagai teknik, jurnalistik merupakan
sebuah keahlian atau keterampilan. Keterampilan dalam menuangkan sebuah
peristiwa yang diarahkan oleh gagasan tertentu dalam sebuah tulisan.
Jurnalistik sebagai teknik adalah keterampilan menulis berita, artikel maupun feature yang didalamnya juga terdapat
keahlian dalam pengumpulan bahan-bahan tulisannya. Keahlian pengumpulan bahan
tulisan ini dapat berbentuk peliputan atau reportase dan juga wawancara. Dalam
konteks praktis, jurnalistik adalah sebuah proses pembuatan informasi atau
berita (news processing) yang setelah
itu disebarluaskan melalui media massa.
Dalam melaporkan sebuah kejadian
melalui alat jurnalistik, terdapat berbagai kaidah-kaidah yang mesti
diperhatikan. Pertama, accuracy;
keakuratan merupakan pondasi dari segala macam penulisan bentuk jurnalistik.
Jurnalis, tidak boleh ceroboh dalam melaporkan kejadian tanpa mempertimbangkan
keakuratan berita. Bisa jadi jurnalis menyebarkan kebohongan, melakukan
pembodohan kepada masyarakat akibat tidak memperhatikan kaidah yang pertama
ini.
Untuk mendapatkan hasil yang akurat,
hal yang mesti diperhatikan dalam hal ini meliputi; meyakinkan bahwa apa yang
ditulis itu betul-betul berita atau kejadian yang benar. Selanjutnya, untuk
memperkuat, lakukan pengecekkan atas data-data yang diperoleh tersebut.
Jurnalis juga tidak boleh berspekulasi dengan isu yang diperoleh, harus
betul-betul dipastikan bahwa kejadian benar-benar terjadi. Jurnalis harus
memastikan semua informasi dan data yang diperoleh dapat dipertanggung
jawabkan.
Kedua, balance; keseimbangan merupakah kaidah dalam menulis sebuah berita.
Dewasa ini, banyak sekali bentuk pemberitaan yang terkesan berat sebelah.
Memihak terlalu berat pada satu pihak atau sisi kejadian, sehingga
menguntungkan salah satu pihak dan merugikan pihak lainnya. Jurnalis harus
betul betul cermat mengolah dan menganalisa kejadian, sehingga tulisan yang
dihasilkan tidak berunsur menyudutkan salah satu pihak atau menguntungkan salah
satu pihak.
Keseimbangan antara berbagai sisi
peristiwa harus sama sama diakomodir dan diberi ruang. Dalam konteks
jurnalistik, usaha menyeimbangkan konten informasi disebut sebagai “cover both side”. Apakah hal ini berarti
jurnalis harus netral? Tidak sama sekali! Tidak mungkin seorang jurnalis bisa
netral, jurnalis harus berpihak. Berpihak pada siapa? Menurut Bill Kovach dan
Tom Rosentiel, jurnalis harus berpihak kepada kebenaran. Namun meski begitu,
keterangan dari kedua belah pihak harus sama-sama diakomodir dengan seimbang
dan proporsional, hal ini merupakan bentuk dari keberpihakan pada kebenaran.
Kaidah ketiga, konten jurnalistik
harus mempertimbangkan clarity;
faktor kejelasan adalah hal yang penting dalam mewartakan suatu kejadian.
Jangan sampai apa yang jurnalis tulis memiliki makna ganda, atau bernada
ambigu. Meskipun tafsiran khalayak sangat beragam dan berbeda, namun dalam
penulisan berita, jurnalis harus betul-betul clear dan difahami maksudnya oleh
pembaca. Pembaca harus sampai mengerti isi dan maksud dari berita yang
disebarluaskan oleh jurnalis.
Topik, alur pikir, kejelasan kalimat, pemilihan kata dan bahasa yang tepat mesti menjadi concern utama jurnalis dalam menuangkan gagasan dari sebuah peristiwa. Kaidah ini berimplikasi pada perlu dimilikinya keterampilan mengemas berita dalam bentuk tulisan agar mudah difahami oleh pembaca. Teknik-teknik penulisan yang tepat ini yang akhirnya merupakan kajian utama dalam jurnalistik.