Oleh : Isman Rahmani
Yusron
1.
Kata dan Pemrosesan Informasi
Pada percakapan sehari-hari, gaya
berbahasa seseorang dalam berkomunikasi begitu unik dan khas. Terutama terkait
dengan budaya di Indonesia yang beragam, berbagai bentuk pengungkapan berbahasa
yang sangat bervariasi. Saat berkomunikasi, tergantung pada konteks tertentu
seseorang dapat menggunakan bahasa sopan, bahasa pergaulan, bahasa slang,
bahkan hingga menggunakan bahasa sarkasme. Secara umum, masing-masing individu
saat mengungkapkan maksud pembicaraannya, ada yang diungkapkan secara langsung
dan jelas agar yang diajak bicara mudah menangkap maknanya, ada juga yang
melalui ungkapan-ungkapan tidak langsung atau melalui berbagai perumpamaan agar
yang diajak bicara dapat menafsirkan sendiri maknanya dan memahaminya.
Pada akhirnya, berkomunikasi tidaklah
terbatas pada proses mentransfer bunyi suara dari kata-kata, lebih jauh dari
itu terdapat transformasi makna pada suatu bentuk pengertian tertentu. Bahkan
secara ekstrem, ada ungkapan words don’t mean, people mean, yang
menunjukkan bahwa kata-kata hanyalah simbolisasi maksud akan tetapi melalui
simbol itulah individu membangun makna dan pengertian. Proses ini, bukan lagi
persoalan linguistik semata, lebih jauh merupakan kajian menarik dalam ilmu
psikologi. Stimulus kata-kata yang diucapkan lawan bicara, diproses secara
mental dan otak mencernanya dengan menyatukan berbagai informasi hingga
terbangun makna pemahaman tertentu sebagai bahan untuk merespons stimulus
tersebut. Misalnya, saat lawan bicara mengatakan “mobil”, otak merespon dengan
mencari asosiasi kata tersebut dalam memori tentang sebuah benda dengan bentuk
tertentu dan memiliki ciri tertentu. Sehingga, melalui proses itu tergambar
maksud pembicaraan lawan bicara dan terbangun pemahaman secara keseluruhan
tentang isi pembicaraan.
Kata atau kalimat yang memiliki
makna yang jelas dan lugas, akan secara langsung direspon otak sesuai dengan
makna ucapannya. Otak tidak menerjemahkan kembali maksud diluar dari makna
ucapan karena secara jelas merujuk pada informasi tertentu. Bagian otak yang
memproses kata-kata, mengolah lebih mudah makna yang terkandung dalam kata yang
diungkapkan dan secara langsung terbangun pengertian dari keseluruhan kalimat.
Secara konseptual, proses bagaimana otak mencerna kata-kata dan konsepnya
disebut sebagai mental lexicon, proses mental mengenai penyimpanan
informasi mengenai kata-kata yang mencakup informasi semantik (makna kata),
informasi sintaktik (bagaimana kata dikombinasikan menjadi bentuk kalimat), dan
bentuk detail dari kata (pengucapan dan pola suaranya) (Gazzaniga, Ivry,
& Mangun, 2015).
Sekilas, atau secara mudah
disimpulkan bahwa ketika kalimat yang diucapkan lawan bicara menyebutkan
kata-kata langsung –tanpa makna luas dibaliknya, proses mental yang terjadi di
dalam otak berlangsung tidak terlalu kompleks. Otak hanya mencatut kembali
informasi-informasi sebelumnya mengenai kata-kata tersebut dan menyusunnya jadi
suatu pengertian tertentu. Akan tetapi beda halnya jika, kalimat yang diucapkan
lawan bicara tidak sesuai dengan makna sebenarnya atau bahkan kebalikan dari
makna yang sebenarnya. Tentunya pada pemrosesan kata-kata jenis tersebut, ada
proses membangun makna yang melibatkan pemahaman konseptual terkait konteks
tertentu. Misalnya ketika seseorang memakai baju warna hitam, lalu lawan bicara
berkomentar dengan kalimat “wah, sepertinya kamu sedang berkabung ya?”.
Padahal dalam konteks saat itu, ia tak mengalami pengalaman menyedihkan atau
berkabung, akan tetapi yang diajak bicara akan dapat memahami bahwa komentar
lawan bicara bukan mengenai konteks pengalaman, melainkan komentar tentang
warna baju yang digunakan. Bagaimana kata-kata yang tidak bermakna sebenarnya
dapat diproses menjadi pemahaman tertentu dan langsung mengaitkannya dengan
warna baju yang sama sekali tidak berhubungan secara arti kata? Tentunya otak
lebih kompleks mencernanya dibandingkan dengan mendengar kata-kata “kok
memakai baju warna hitam?”.
Bentuk ungkapan komunikasi secara
tidak langsung ini, membutuhkan pemrosesan yang kompleks dan penuh kesadaran.
Komunikan setelah menangkap pesan, harus menafsirkan lebih dari sebatas makna
aslinya bahkan melibatkan proses kognitif yang kompleks. Pada saat seseorang
bertanya, “Siapa namamu?”, respon individu bahkan tidak memerlukan
kesadaran yang penuh, dapat menjawabnya. Namun berbeda ketika hal itu
diungkapkan dengan “Kamu sudah terkenal?” dalam konteks baru bertemu
orang yang baru, maka yang diajak bicara akan melibatkan kesadaran penuh untuk
memaknai pertanyaan tersebut dan sampai pada pemahaman bahwa dirinya belum
mengenalkan diri atau menyebutkan nama. Seperti contoh sebelumnya, ketika
mendengar “sepertinya kamu sedang berkabung?”, otak akan memproses
secara sadar dan melibatkan kompleksitas kognitif pada pencarian informasi yang
terkait dengan makna “berkabung”. Makna kata tersebut dekat dengan
kesedihan, dan dalam konteks budaya tertentu (bahkan universal?), kesedihan
atau berkabung identik dengan simbol “hitam”, dan lalu otak secara sadar menginspeksi
informasi dalam memori terkait dengan simbol tersebut. Kemudian, antara makna “berkabung”,
dikaitkan dengan ingatan tentang pakaian yang digunakan yaitu pakaian serba
warna hitam yang juga terkait dengan informasi pakaian yang biasanya digunakan
saat berkabung.