Oleh:
Isman Rahmani Yusron
Ilmiah
atau tidaknya sebuah pengetahuan atau suatu bidang kajian, memerlukan
syarat-syarat tertentu agar bidang kajian disebut sebagai sebuah Ilmu. Tidak
semua pengetahuan atau bidang kajian akan menjadi ilmu, jika tidak memenuhi
syarat-syarat utama agar kajian itu disebut sebagai ilmu. Hal yang paling
mendasar, pengetahuan akan menjadi sebuah ilmu adalah ketika pengetahuan itu dapat
dibuktikan dengan upaya yang tersistematis melalui metode ilmiah tertentu.
Metode ilmiah adalah penggunaan prosedur yang objektif dan sistematis yang
mengantarkan pada pemahaman yang akurat mengenai apa yang menjadi kajian
(Gazzaniga, et.al, 2012:6) . Setidaknya, untuk dapat disebut ilmu, sebuah
pengetahuan dan atau bidang kajian mensyaratkan empat hal; pertama, suatu bidang tersebut memiliki objek tertentu yang jelas; kedua, memiliki metode tertentu; ketiga, bersifat sistematis; dan yang
terakhir bersifat universal.
Sebelum
membuktikan bahwa Psikologi adalah sebuah ilmu atau dapat dikatakan ilmiah atau
tidak, perlu dibedah terlebih dahulu istilah dari Psikologi sendiri. Secara
terminologis, Psikologi berasal dari kata “psyche”
yang berarti jiwa, dan “logos” yang
berarti ilmu. Secara literal, arti dari Psikologi adalah ilmu tentang jiwa atau
ilmu yang mempelajari tentang jiwa –yang dalam hal ini jiwa manusia. Psyche, atau jiwa menurut KBBI (http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/kbbi/index.php,
2016) berarti roh manusia (yang ada di dalam tubuh dan menyebabkan seseorang
hidup); nyawa; 2 seluruh kehidupan batin manusia (yang terjadi dari
perasaan, pikiran, angan-angan, dsb). Jika merujuk pada definisi ini, Psikologi
adalah sebuah bidang kajian yang mempelajari mengenai “ruh”. Bruno (1987) juga
menyatakan bahwa Psikologi adalah studi penyelidikan mengenai ruh. Dalam
pengertian yang lain, jiwa diartikan sebagai daya hidup rohaniah, bersifat
abstrak dan menjadi pengatur bagi semua perbuatan manusia. Jika merujuk pada definisi
ini, muncul sebuah pertanyaan bagaimana caranya mempelajari sesuatu yang
bersifat abstrak seperti halnya jiwa atau “ruh”? Bagaimana menyelidiki sesuatu
yang keberadaanya tak bisa ditangkap secara langsung oleh indra, padahal salah
satu syarat agar dapat dikatakan ilmiah harus memiliki objek yang dapat
diselidiki? Ilmuwan Thomas Alva Edison bahkan pernah mengatakan: “My mind is incapable of conceiving such a
thing as a soul”.
Meski begitu, tidak lantas dapat dinyatakan bahwa Psikologi tidak ilmiah. Karena,
meskipun jiwa bersifat abstrak dan sulit untuk diobservasi secara indrawi,
namun eksistensi jiwa pada individu dapat dilihat secara langsung. Descartes,
melalui ungkapannya yang terkenal “cogito
ergo sum”, melihat adanya sebuah hubungan antara jiwa dan badan yang ia
analogikan seperti halnya nahkoda dan kapal. Keberadaan “aku” dalam pandangan
Descartes, adalah sebuah manifestasi dari proses kejiwaan yang melahirkan
sebuah kesadaran. Jika diambil sebuah kesimpulan, bahwa untuk menyelidiki apa
dan bagaimana sebuah jiwa, dapat dilihat dari proses eksistensi dari “self” itu sendiri. Eksisnya manusia yang
memiliki jiwa ditandai dengan proses berperilakunya individu tersebut.
Sehingga, dapat dikatakan bahwa perilaku individu merupakan manifestasi dari
jiwa itu sendiri. Melalui pemahaman inilah, satu masalah pokok ilmiah atau
tidaknya Psikologi terpecahkan: objek empiriknya adalah perilaku yang merupakan
perwujudan dari sebuah jiwa.
Psikologi,
menurut Mussen & Rosenzwieg (1975) merupakan ilmu yang mempelajari mind (pikiran/jiwa), namun dalam
perkembangannya, mind berubah menjadi
behavior (perilaku), sehingga Psikologi
dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia. Hal ini
berangkat dari asumsi bahwa tingkah laku manusia merupakan sebuah perwujudan
dari keberadaan pikiran dan atau jiwa. Melalui definisi ini, menjadi jelas
bahwa yang akan menjadi objek kajian utama dari Psikologi adalah perilaku
manusia. Objek dalam Psikologi ada dua yakni objek material dan objek formal. Pertama, Objek material berarti sesuatu
yang dibahas, dipelajari dan diselidiki (Sastropoetro, 1987). Jika merujuk pada
pengertian ini, objek yang dibahas, dipelajari dan diselidiki oleh Psikologi
adalah manusia baik individual maupun sekumpulan manusia. Kedua, Objek Formal menurut Poedjawijatna (1991) adalah sudut
darimana objek material itu disoroti. Manusia merupakan makhluk yang kompleks,
didalamnya terdapat unsur yang banyak mulai dari tubuh, tulang, darah, gigi dan
sebagainya. Dalam konteks kajian Psikologi, hal yang disoroti dari objek
material manusia itu adalah dalam hal perilakunya. Sehingga, objek formal dari Psikologi
adalah perilaku manusia.
Unsur
utama kajian Psikologi dapat dikatakan ilmiah, yakni memiliki objek
penyelidikan yang jelas, telah terpenuhi. Selanjutnya, setelah objek dari Psikologi
dapat didefinisikan dengan jelas maka tinggal memenuhi unsur lainnya seperti
memiliki metode. Dalam hal metode penelitian, Psikologi memiliki metodologi
tertentu yakni metode eksperimental dan non eksperimental seperti observasi,
studi kasus, survei ataupun korelasional. Dalam perkembangannya, bahkan ada
yang menggunakan campuran keduanya (mix
method). Melalui penggunaan metode
tersebut, akan melahirkan sebuah disiplin keilmuan yang tersistematis dan
menjadi pemenuhan dari syarat ketiga yakni sistematis. Selanjutnya, syarat
keempat universalitas Psikologi menjadi keniscayaan, dimana kajian Psikologi
dimanapun menyoroti hal yang sama yakni manusia dan perilakunya. Melalui hal
ini sudah tidak bisa diragukan lagi bahwa Psikologi memenuhi syarat-syarat
sebagai sebuah ilmu, dengan kata lain, cukup membuktikan bahwa Psikologi
merupakan sebuah kajian ilmiah.
Psikologi, awalnya merupakan sebuah
filsafat yang mencoba menemukan sebuah hakikat dari keberadaan manusia. Pada
saat itu, yang mempelajari mengenai elemen-elemen jiwa masih belum dibuktikan
dengan pembuktian yang tersistematis. Upaya pertama kali yang membuat Psikologi
menjadi sebuah disiplin ilmu yang mandiri, adalah ketika Wilhelm Wundt pada pertengahan
abad ke 19 melakukan penelitian mengenai elemen-elemen dasar dari jiwa melalui
eksperimen di sebuah laboratorium di University of Leipzig. Upaya-upaya untuk
menjadikan Psikologi sebagai ilmu juga dilakukan James McKeen Cattell yang
merupakan tokoh kunci dalam perkembangan Psikologi sebagai sebuah ilmu di
Amerika. Cattell menciptakan sebuah istilah “tes mental”, mendirikan Psychological Corporation (yang menjadi penerbit tes Psikologi pertama),
mendirikan jurnal Psychological Review dan Psychological Bulletin,
dan mendirikan laboratorium Psikologi di University of Pennsylvania tahun 1889
dan di Columbia University pada tahun 1891 (Benjamin, 2006:55). Dari
sejarahnya, menjadikan Psikologi berpredikat ilmiah adalah dengan melakukan
upaya-upaya penyelidikan secara sistematis untuk mempelajari elemen-elemen
kejiwaan dan mental, disertai juga upaya dalam menyebarluaskan hasil dari
penyelidikan sistematisnya melalui tulisan. Upaya ini dilakukan agar
tercapainya syarat universalitas Psikologi dan menjadi sebuah kajian
pengetahuan yang ilmiah.
Berdasarkan uraian yang telah
dijelaskan diatas, maka tidak ada lagi keraguan mengenai posisi keilmuan Psikologi.
Upaya untuk menjadikan Psikologi sebagai sebuah kajian ilmiah sudah dilakukan
sejak lama dan tidak hanya sebatas teori dan asumsi yang tidak melalui proses
upaya-upaya sistematis. Dalam perkembangannya, kajian Psikologi meluas yang
tidak hanya melulu berkutat pada perilaku manusia saja. Manusia sebagai makhluk
biopsikososiospiritual, dikaji secara komprehensif oleh Psikologi tidak hanya sebatas
kajian mengenai perilaku saja, melainkan juga dalam wilayah kajian biopsikologi,
psikososial, bahkan dalam wilayah yang transenden. Dalam perkembangannya,
kajian Psikologi melalui upaya-upaya ilmiah semakin berkembang dan
berubah-ubah, saling mengeliminasi dan memperbaharui yang menguatkan posisi Psikologi
sebagai bidang kajian yang sangat ilmiah.
Referensi :
Badan Bahasa Kemendikbud. (2016, 2
Agustus). Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Diperoleh 2 Agustus 2016, dari http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/kbbi/index.php
Benjamin,
L.T.Jr. (2006). A History of Psychology
In Letters. Malden: Blackwell Publishing.
Gazzaniga, M., Heatherton, T., &
Halpern, D. (2012). Psychological Science
(3rd ed.). New York: W.W. Norton & Company, Inc.
Koch, S. & Leary, D.E. (1985). A century of psychology as science. New
York: McGraw Hill.
Sobur, A. (2003). Psikologi
Umum. Bandung: Pustaka Setia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar