Seorang
terpelajar harus sudah adil sejak dalam fikiran, apalagi dalam perbuatan.
–Pramoedya
Ananta Toer
Sebelum
saya menjelaskan tentang apa itu framing
berita dan bagaimana fungsi dari bargainning
dari sebuah berita yang ditelurkan Pers Mahasiswa, saya ingin mengajak anda
untuk menyadari satu hal : pers mahasiswa berbeda dengan media mainstream!
Ini
perlu ditegaskan, terkadang kita mempersepsikan bahwa Pers Mahasiswa
berkegiatan sebagaimana halnya media mainstream
berkegiatan. Meskipun Lembaga Pers Mahasiswa, menggunakan kata “pers”, tidak
berarti kita harus mengeneralisasi bahwa LPM sama dengan Tempo, Kompas, Pikiran
Rakyat, dan media mainstream lainnya.
Kenapa
ini perlu disadari oleh setiap anggota Pers Mahasiswa? Jawabannya, tiada lain
untuk membuat Pers Mahasiswa tidak kehilangan posisinya di kampus. Inilah yang
saya sebut bargainning. Anda dapat
bayangkan, di kampus jumlah mahasiswa tak kurang dari sekitar 9 ribu orang.
Setiap orang memiliki seleranya masing-masing. Ditambah, media yang dibaca oleh
mahasiswa begitu beragam, mulai dari mejalah dinding di setiap jurusan,
pamflet-pamflet, koran harian, hingga majalah-majalah. Belum lagi textbook yang berjubel, dan
bacaan-bacaan lainnya. Bahkan, saat ini mahasiswa lebih gandrung berlama-lama
depan laptop atau gadgetnya dibanding dengan tulisan-tulisan media cetak.
Anggota
Pers Mahasiswa perlu belajar dari pola sosiologis ini jika ingin mempertahankan
eksistensinya sebagai Pers. Artinya, jika prodak-prodak Pers Mahasiswa tak
menjadi sebuah alternatif bacaan serta tak memiliki ciri khas diantara
berseliwerannya bacaan mahasiswa, lambat laun Pers Mahasiswa tinggal cerita.
Pers Mahasiswa kerdil bukan karena tak memiliki prodak! Pers Mahasiswa kerdil
saat prodaknya tak berarti apa-apa di benak mahasiswa.
Lantas
apa yang menjadi ciri khas dari Pers Mahasiswa? Jelas yang pertama adalah
Idealisme! Idealisme Pers Mahasiswa adalah spirit dari Lembaga Pers Mahasiswa.
Didalamnya merupakan himpunan-himpunan ide segar yang tak tersentuh oleh
hal-hal yang pragmatis maupun intervensi kekuasaan. Hanya ketika di Pers
Mahasiswa lah, kita bisa dengan bebas berfikir, bebas menulis tanpa harus
berfikir apakah tulisan kita akan menambah penghasilan atau tidak, tanpa harus
berfikir tulisan kita menyinggung pemilik saham media atau tidak, serta hal-hal
yang berbau kepentingan pragmatis lainnya.
Akan
tetapi, konsekuensi dari kebebasan itu membuat kita harus menyadari sesuatu :
Pertama, karena kita memiliki kebebasan berfikir, maka pola fikir kita harus
benar. Kedua, karena kita terlepas dari kepentingan, keberpihakan kita harus
independen. Ini paradigma, perlu kita tanamkan terlebih dahulu dalam benak
kita. Orientasi Pers Mahasiswa bukanlah MENULIS! Orientasi Pers Mahasiswa
adalah menghimpun ide-ide untuk merubah sesuatu yang keliru. Sebagai alat untuk
menyebarluaskan ide-ide segar kita, baru kita berbicara tulisan. Tanpa ide,
kita akan kesulitan untuk menulis. Tanpa ide, tulisan kita tak punya kekuatan
untuk merubah apapun.
Jadi,
kalau sampai saat ini anda berfikir bahwa Pers Mahasiswa adalah tempat untuk
latihan menulis, fikiran anda terlalu dangkal. Ada yang jauh lebih penting dari
sekadar menulis: menciptakan perubahan dengan ide dan tulisan! Semoga ini
menjadi cita-cita anda berada di Pers Mahasiswa.
Ini
sekadar Prolog saja, untuk memudahkan anda memahami apa itu Framing Berita.
Menurut
saya, Framing adalah bagian penting dalam jurnalistik apalagi dalam dunia Pers
Mahasiswa. Kenapa? Karena tanggung jawab Pers Mahasiswa sebagai bagian dari
agen perubahan, mengharuskan untuk memiliki senjata yang ampuh untuk memicu
lahirnya perubahan. Namun, terkadang api semangat perubahan itu hanya
berkobar-kobar saja dalam ruang-ruang diskusi. Tersandar di ruang sunyi, beku
tanpa aksi. Walhasil, luapan semangat cita-cita itu tak pernah jadi apa-apa.
Sebagaimana
kata pepatah, “Matahari tak akan pernah membakar jika tidak difokuskan”.
Begitupun ide-ide yang tertuang dalam tulisan kita. Terkadang, hanya
semangatnya saja yang besar berkobar-kobar di ruang redaksi, tapi ketika dalam
tulisan, tak membuat orang tergerak melakukan sesuatu. Oleh karena itulah,
Framing diperlukan dan begitu penting.
Framing,
berasal dari bahasa Inggris yang asalnya “Frame” yang berarti “Bingkai”. Kalau
anda berfikir, Framing adalah merangkai sebuah potongan-potongan potret menjadi
sebuah bentuk gambar yang menarik, lalu anda membingkainya dengan bingkai yang
unik sehingga menimbulkan gairah orang untuk melihatnya, benar! Itulah Framing!
Framing
adalah kegiatan untuk merangkai sesuatu agar menjadi menarik dan memiliki
kekuatan. Saya ilustrasikan sebagai berikut:
Bayangkan
ada dua buah potret seorang anak dengan anjing di sampingnya. Potret yang
pertama, sesuai dengan potret asllinya seorang anak berdiri disamping seekor
anjing, disana terdapat meja, juga bola, serta tong sampah. Gambaran ini,
pastinya biasa saja tak ada yang menarik didalamnya. Barang-barang lainnya
selain seorang anak dan seekor anjing, tak begitu berarti dalam potret
tersebut.
Lantas,
pada potret kedua, kita membuat sedikit modifikasi, potret itu kita potong
lantas kita buang barang-barang di sekitarnya (meja, bola, tong sampah, dll),lantas
kita tambahkan potongan potret ibu dan ayahnya di samping anak dan anjing,
serta kita tempatkan di depan background pegunungan, lantas kita tempelkan juga
potongan-potongan huruf dan dirangkai menjadi tulisan HAPPY FAMILY. Setelah
itu, kita bingkai dengan bingkai kayu yang memakai ukiran serta
tempelan-tempelan.
Pertanyaannya,
mana yang lebih menarik dan memiliki kekuatan? Lantas, apakah kita
menyembunyikan fakta?
Pengertian
ini pun sama ketika kita berbicara dalam konteks tulisan atau berita. Kita
harus merangkai, memilih dan memilah fakta yang akan membuat tulisan kita
menjadi fakta yang menarik dan memiliki kekuatan. Pada dasarnya, pengertian
Framing sesimpel itu. Kalau ingin yang lebih rumit dan lebih formal, silahkan
anda baca buku. Penjelasan-penjelasan tentang framing yang rumit, dapat anda
jumpai dari ratusan buku tentang itu.
Dalam
dunia jurnalistik, pada dasarnya kita merangkai fragmen-fragmen fakta yang
ditemukan dilapangan lalu kita menuliskannya secara sistematis sehingga
menghasilkan tulisan yang menarik. Merangkai berbagai fakta lalu disajikan
dalam paragraf pada dasarnya sudah dapat kita sebut sebagai framing. Akan
tetapi, pengertian framing lebih khusus mengarah pada satu kegiatan untuk
memfokuskan bahasan pada satu titik atau sudut pandang tertentu.
Pada
saat kita melakukan liputan, berbagai fakta dan data berseliweran kita temui di
lapangan. Fakta dan data tersebut ada yang memang betul-betul penting, ada yang
kurang begitu penting. Salah satu keahlian jurnalis adalah memiliki “Sense of
Journalistic”. Sense of journalistic ini adalah keterampilan untuk memilih dan
memilah fakta-fakta apa saja yang menarik dan layak untuk disajikan dalam
sebuah pemberitaan.
Acuan
menarik atau tidaknya sebuah fakta, bukan didasarkan pada selera subjektif.
Menarik atau tidak fakta-fakta jurnalistik harus mengacu pada nilai berita.
Maka dari itu, langkah pertama agar memiliki keahlian sense of journalistic
ini, adalah memahami secara komprehensif apa itu nilai berita. Nilai berita
adalah seperangkat kriteria untuk menilai apakah sebuah kejadian cukup penting
untuk diliput atau layak disajikan dalam sebuah berita. Ada beberapa nilai
berita, seperti proximity (kedekatan), Prominence (Ketenaran), Timeliness
(Aktualitas), Impact (Dampak), Magnitude (Keluarbiasaan), Conflict, Oddity
(Keanehan), Disaster, Unique, Controversial, Human Interest, Suspense (Ketegangan),
Sex, Simpathy, dll.
Saat
kita terbiasa untuk menentukan kriteria suatu kejadian bernilai berita atau
tidak, secara otomatis anda akan terlatih untuk mencium segala sesuatu menjadi
sebuah berita. Penting atau tidaknya berita bukan berasal dari ruang redaksi,
tapi dari alam fikiran jurnalis. Keterampilan inilah yang menjadi kunci untuk
memasuki gerbang framing berita.
Setelah
anda terbiasa menentukan kriteria layak berita, maka langkah yang selanjutnya
adalah membuat bagaimana himpunan data-data yang penting itu dirangkai sedemikian
rupa menjadi sebuah sajian tulisan yang menarik. Tidak hanya menarik, tapi
harus menimbulkan sesuatu, setidaknya memicu orang untuk bereaksi, inilah ciri
khas Pers Mahasiswa yang dimaksudkan tadi. Jika sebuah tulisan Pers Mahasiswa
hanya bisa membuat pembaca “cuma sekadar tau aja”, apa bedanya Pers Mahasiswa
dengan majalah dinding? Prodak Pers Mahasiswa harus membuat pembaca tergerak
untuk melakukan sesuatu.
Framing,
hampir mirip dengan agenda setting. Menurut Scheufele (1999:107 ) “secara praktis, framing bisa dilihat dari cara wartawan memilih
dan memilah bagian dari relaitas dan menjadikannya bagian yang penting dari
sebuah teks berita”. Kegiatan framing adalah kegiatan menyortir serta merangkai sebuah
berita. Yang dirangkai adalah fakta-fakta yang relevan dengan tujuan yang
disepakati dalam ruang redaksi. Fakta-fakta itu diupayakan merupakan
fakta-fakta yang memicu orang untuk bergerak melakukan sesuatu.
Framing berita, bukanlah dilahirkan setelah liputan berlangsung. Jika
hal ini terjadi, bisa-bisa jurnalis kebingungan akan apa yang harus mereka
kumpulkan. Framing berita sepatutnya terlahir dalam diskusi di ruang redaksi.
Bahkan kalau perlu, sebelum meliput berita, jurnalis terlebih dahulu membuat
kerangka tulisan yang akan disajikan. Inilah yang disebut sebagai pembuatan
outline. Bahkan lebih baik, sebelum liputan masing-masing jurnalis sudah
menyiapkan bentuk berita semi lengkapnya yang mengacu pada studi pendahuluan.
Sehingga, pada saat wawancara, jurnalis tinggal mengkonfirmasi saja kutipan-kutipan
pernyataan yang sudah dibuat sebelumnya.
Teknik yang biasa dipakai dalam memframing berita adalah:
(i)
defining
problem, mendefinisikan masalah dengan pertimbangan-pertimbangan yang sering
kali didasari oleh nilai-nilai kultural yang berlaku umum;
(ii)
diagnosing
causes, mendiagnosis akar permasalahan dengan mengidentifikasi
kekuatan-kekuatan yang terlibat dalam permasalahan;
(iii)
making
judgement, memberikan penilaian moral terhadap akar permasalahan dan efek yang
ditimbulkan; dan
(iv)
suggesting
remedies, menawarkan solusi dengan menunjukkan perlakuan tertentu dan dugaan
efek yang mungkin terjadi.
Setelah itu, penulis berita perlu juga mengetahui pengakat yang bisa
dipakai dalam proses framing adalah:
(i)
struktur
sintaksis, yaitu penonjolan aspek yang dianggap penting pada judul, lead dan
penutup berita;
(ii)
struktur
skriptual, yaitu menghadirkan komponen kejadian yang memenuhi nilai berita;
(iii)
struktur
tematis, yaitu menghadirkan ide dalam kalimat yang menguntungkan frase “sebab”,
“karena”, dan “karena itu”; dan
(iv)
struktur
retoris, yaitu memaknai metafor, contoh-contoh historis (exemplars), kata kunci,
dan konotasi (depiction).
Untuk memahami dengan penuh bagaimana caranya memframing berita, memang memerlukan jam terbang serta latihan. Akan tetapi, prinsip-prinsip yang diuraikan diatas cukup dapat dijadikan acuan dasar dalam memframing berita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar