Oleh : Isman Rahmani Yusron
Proses pembelajaran di sekolah,
selalu identik dengan kegiatan yang serba formal dan statis. Guru memberikan
pelajaran, dan siswa menerima apa yang diajarkan guru secara langsung dan
searah. Bahkan, terkadang proses pembelajaran berlangsung tanpa interaksi,
tanpa kesempatan untuk pertanyaan. Posisi guru berada sebagai pemberi
pengetahuan, dan siswa sebagai wadah kosong dan pasif menerima pengetahuan.
Proses pembelajaran seperti ini, menempatkan siswa sebagai objek pengajaran
dari guru daripada sebagai learner. Seolah,
yang lebih penting adalah siswa menguasai materi ajar daripada proses belajar
itu sendiri. Bahkan, saking banalnya proses rigid ini, menciptakan suatu
kesalahfahaman dari arti kata “belajar”. Makna keaktifan subjek dalam belajar,
direduksi oleh proses pengajaran semacam ini.
Banalitas pembelajaran yang rigid
ini, secara otomatis membuat kualitas pendidikan Indonesia semakin terpuruk.
Berdasarkan laporan PISA yang diselenggarakan OECD pada tahun 2015, indonesia
berada di urutan ke 69 dari 76 negara atau 8 terbawah dalam hal mutu pendidikan
(BBC, 2015). Tak dapat
dinafikan, kondisi ini pula berkontribusi pada lambannya kemajuan ekonomi
Indonesia. Pendidikan yang memiliki posisi strategis pada kemajuan bangsa,
belum juga memberikan hasil yang maksimal. Berdasarkan laporan Badan Pusat
Statistik, per Maret 2016 Index Gini Ratio indonesia berada di angka 0,397,
yang berarti kesenjangan ekonomi masyarakat masih cenderung tinggi. Bahkan
menurut survei lembaga keuangan Swiss, Credit Suisse, melaporkan bahwa 1%
masyarakat indonesia menguasai 49,3% kekayaan nasional (katadata.co.id, 2017). Besarnya ketimpangan,
memperlihatkan bahwa pendidikan nasional belum berhasil meningkatkan kemampuan
masyarakat dalam perekonomian.
Dua hal yakni buruknya pendidikan nasional dan buruknya
perekonomian masyarakat, tidak bisa secara naif dikatakan tidak ada kaitannya.
Bagaimanapun, pendidikan adalah salah satu hal strategis dalam membangun
perekonomian masyarakat. Jika melihat realitas yang ada seperti diuraikan
sebelumnya, maka implikasi yang dapat disimpulkan adalah bahwa proses
pendidikan harus menciptakan kualitas dan proses pendidikan harus berkontribusi
pada kehidupan masyarakat. Dua hal ini menjadi titik langkah awal dalam
perbaikan proses pendidikan nasional secara luas. Pendidikan perlu membentuk
kultur “menghasilkan” dan “berkontribusi” pada kehidupan. Pendidikan jangan
hanya sebuah proses eksklusif dan monoton yang semakin menjauhkan peserta didik
dari realitas kehidupan. Prodak pendidikan harus sedini mungkin dinikmati
manfaatnya oleh masyarakat, setidaknya membentuk keterampilan peserta didik
untuk mampu menjalani kehidupan mandiri.
Untuk menjawab tantangan dari realitas tersebut, penulis
menawarkan sebuah metode pembelajaran berbasis proyek (Project Based Learning). Project
Based Learning atau PBL, merupakan model aktifitas kelas yang berbeda
dengan aktivitas yang biasa dilakukan yang bersifat singkat terisolasi serta
berpusat pada guru, menjadi aktivitas jangka panjang, terbuka, multidisiplin
dan berpusat pada siswa (student centered). PBL berbentuk pembelajaran siswa
yang diorganisasikan dalam kerangka sebuah proyek tertentu yang bermanfaat dan
bermakna bagi pembelajar maupun masyarkat. Jones, Rasmussen & Moffitt (Thomas, 2000) mendefinisikan PBL
sebagai suatu tugas kompleks, berbasiskan pertanyaan atau problem menantang,
yang melibatkan siswa dalam merancang, menyelesaikan masalah, mengambil
keputusan, atau aktivitas investigatif; memberikan siswa kesempatan untuk
berkerja secara relatif mandiri dalam suatu jangka waktu tertentu; dan berpuncak
pada suatu prodak atau presentasi yang realistis.
PBL memberi ruang untuk siswa mengeksplorasi kemampuannya
sendiri, menyelesaikan persoalan secara kreatif, terlibat aktif dalam
pembelajaran, bertujuan, dan berfokus pada pengamalan keterampilan hasil dari
pengetahuan dan pengalaman. Penelitian Basilotta Gómez-Pablos, Martín del Pozo, &
García-Valcárcel Muñoz-Repiso (2017) menemukan bahwa
melalui PBL siswa lebih aktif berpartisipasi (95%), memotivasi mereka dalam
belajar (96%), dan membantu mereka untuk memperoleh berbagai keterampilan
(90%). Hal ini menunjukkan bahwa PBL, strategis dalam membentuk kultur belajar
mandiri siswa yang berkualitas dan berorientasikan pada hasil atau prodak yang
bermanfat. Sehingga, melalui pembentukan kultur belajar seperti ini,
tantangan-tantangan masalah pendidikan nasional dapat sedikit demi sedikit
dijawab.
Keterampilan belajar yang dibutuhkan siswa di
masa depan, menurut kerangka 21st Century
Learning, adalah pembelajaran yang memfokuskan pada pengembangan keterampilan
belajar dan inovasi; yang mencakup kreatifitas dan inovasi, berfikir kritis dan
penyelesaian masalah serta komunikasi dan kolaborasi. Keterampilan-keterampilan
inilah yang sudah seharusnya menjadi tujuan dari seperangkat sistem pendidikan
ketimbang berorientasi pada pencapaian hasil ujian dan tujuan pragmatis serta
individual lainnya. Sudah seharusnya, proses pembelajaran di persekolahan
berorientasi pada relevansi kehidupan yang fleksibel dengan perkembangan zaman.
Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, membuat konten pembelajaran yang relevan akan terus tergantikan.
Ratusan persen tiap tahunnya pengetahuan yang relevan dengan kehidupan
digantikan dengan informasi-informasi yang aktual. Sehingga sudah bukan
zamannya lagi, proses pembelajaran disekolah berorientasi pada materi baku dan
terpusat pada sumber tunggal. Hal yang dibutuhkan bagi siswa pada era ini
bukanlah penguasaan materi tertentu, namun yang lebih penting adalah
dimilikinya keterampilan siswa untuk belajar hal-hal baru dengan menggunakan
segenap potensinya. Kurangnya keterampilan siswa dalam Skill berfikir dan belajar akibat proses pembelajaran yang monoton
dan bersumber tunggal, akan menciptakan generasi gagap yang kesulitan dalam
mengejar perkembangan zaman. Sehingga, dalam titik tertentu masyarakat akan
kembali tertinggal oleh arus kemajuan ilmu dan teknologi yang luar biasa pesat.
Project-Based Learning (PBL), menyediakan
kerangka pembelajaran yang melatih siswa untuk menguasai
keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan di abad 21 ini. Pengasahan
keterampilan dasar belajar ini, akan membebaskan siswa pada belenggu
pengetahuan yang usang tertelan zaman. PBL, merupakan pendekatan inovatif untuk
belajar yang mengajarkan berbagai strategi kritis untuk sukses di abad ke 21 (Bell, 2010). Menurut Blanchard (Basilotta Gómez-Pablos et al., 2017) metode PBL
memperkuat hasrat natural siswa untuk belajar, yang hampir sulit didapatkan siswa
di sekolah karena kesulitan untuk menghubungkan antara kebutuhan kurikulum
dengan hasrat belajar siswa; dimana PBL ini menempatkan siswa pada pembelajaran
berbasis isu atau kebutuhan yang diformulasikan oleh siswa sendiri; membantu
untuk mengintegrasikan pengetahuan dalam lapangan praktis; dan menghasilkan
pembelajaran yang bermakna dan relevan.
Proses pembelajaran sejatinya merupakan upaya
aktif siswa dalam memperoleh pengetahuan berdasarkan pengalamannya sendiri.
Melalui PBL, siswa dituntut untuk secara aktif mengembangkan pengetahuan dan
keterampilannya dalam kerangka menyelesaikan suatu proyek pembelajaran yang
berguna. Keaktifan siswa dalam menghasilkan prodak dalam belajar, merangsang
siswa untuk memahami bagaimana menyelesaikan persoalan dengan cara yang
praktis, mengeksplorasi pengetahuan dan mengintegrasikannya dalam rangka
penyelesaian masalah, serta terlibat aktif baik fisik maupun psikologis dalam
proses pembelajaran. Metode PBL yang menyediakan sebuah tantangan proyek,
merangsang siswa mencari pengetahuan yang didasarkan pada kebutuhannya sendiri
daripada didasarkan pada tujuan diluar dirinya seperti bagaimana proses
kurikulum selama ini berjalan. PBL merujuk pada keterlibatan siswa dalam
menyelesaikan sebuah proyek dalam konteks kehidupan nyata, dimana siswa
mengembangkan pengetahuan dan Skill
yang berhubungan dengan proyek tersebut (Cavanaugh dalam Chu et al., 2017).
Dalam paradigma PBL, siswa menjadi pusat
dalam belajar, dimana guru menjadi fasilitator untuk merangsang siswa
merencanakan sebuah proyek berguna, membangun kerangka kerja, metode praktis,
inovasi, dan penyelesaian masalah dengan cara yang efektif multidisipliner.
Multidisipliner berarti bahwa proses pembelajaran proyek, tidak hanya berfokus
pada implementasi pemahaman dari suatu bidang pembelajaran saja, melainkan juga
menggunakan sudutpandang dan metodi bidang studi lain yang secara pragmatis
digunakan dalam penyelesaian proyek. Dalam satu proyek yang sama, siswa dituntut
secara mandiri mengeksplorasi berbagai bidang pengetahuan untuk kemudian
dipelajari dan diterapkan dalam penyelesaian proyek pembelajaran. Sebagai
pembelajaran berorientasi proses, PBL memberikan dorongan belajar siswa yang
bermuara pada prodak, pengetahuan hasil belajar, sekaligus keterampilan sebagai
hasil dari proses penyelesaian suatu proyek. PBL disajikan sebagai alternatif
yang efektif dalam merespon tantangan, yang menjadi metode kunci dalam
mengembangkan keterampilan fundamental, kritis dan penelitian (Basilotta Gómez-Pablos et al., 2017).
Metode yang disajikan dalam PBL, menyediakan
kerangka belajar siswa untuk mengguasai keterampilan kolaborasi, komunikasi,
partisipasi aktif, kreatifitas dan inovasi, serta berfikir kritis dan problem
solving. Dalam satu kerangka proyek, berbagai macam keterampilan belajar siswa
dialami dengan harapan terbentuk karakter siswa yang berhasrat untuk belajar
dan berinovasi menghasilkan prodak yang berguna. Dengan demikian, proses
belajar di sekolah memiliki orientasi dalam membangun kultur belajar yang
fleksibel dan aktual sesuai dengan perkembangan zaman.
Manfaat yang kaya bagi siswa melalui metode
ini, menjadi alat strategis dalam meningkatkan kualitas pendidikan serta
mendobrak proses pendidikan tradisional yang sudah banyak tidak relevan. Selain
itu, keterampilan yang didapatkan akan membantu siswa dalam menghadapi
kehidupan nyata diluar sekolah dengan kepemilikan karakter belajar dan
penyelesaian masalah. Prodak yang dihasilkan juga akan berkontribusi dan
bermanfaat bagi masyarakat luas dan akan menjadi pelatuk kemajuan budaya suatu
bangsa.
Praktik metode Project-Based Learning, bertujuan praktis
untuk menghasilkan sumberdaya manusia yang berkualitas dan berkarakter.
Berkualitas karena dengan metode PBL, siswa dirangsang untuk memiliki
keterampilan yang berguna dan kreatif, terbiasa berfikir kritis dan inovatif,
berorientasi penyelesaian masalah daripada membicarakan masalah, serta menjadi
pembelajar tangguh dan menjadi solusi bagi masyarakat. Berkarakter dalam arti
bahwa melalui metode PBL, siswa belajar bagaimana berkolaborasi dengan tim
dalam aspek sosial, memiliki kepribadian yang berhasrat mempelajari hal yang
baru, berkeinginan kuat untuk berpartisipasi dan mengamalkan pengetahuannya,
serta terdorong untuk senantiasa memberikan solusi bagi masyarakat sekitarnya.
Melalui dua tujuan ini, dengan selaras akan juga menghasilkan tujuan
menghasilkan budaya kemajuan bagi masyarakat luas.
Dalam paradigma Mind, Brain and Performance, PBL
merangsang peserta didik untuk aktif mengembangkan kognitifnya dalam kerangka
penyelesaian masalah. Selain itu, potensi emosionalnya pun aktif dalam
kaitannya dengan kepedulian menghasilkan sebuah proyek yang berguna bagi
masyarakat. Regulasi diri dalam berinteraksi dan berkolaborasi menjadi sangat
vital dalam PBL. Kerangka PBL yang menuntut siswa untuk merencanakan, fokus
pada tujuan, mencari cara kreatif dalam menyelesaikan masalah, akan
mengoptimalkan fungsi eksekutif siswa. Dengan metode PBL, siswa dibiasakan
untuk mengaktifkan potensi kognitif dan emosionalnya secara optimal dalam
kegiatan pembelajaran.
Proses pembelajaran di sekolah atau lembaga
pendidikan, sudah selayaknya memberi kontribusi pada kualitas peserta didik
dalam menghadapi kehidupan nyata, juga mendekatkan siswa pada masyarakat. Melalui
PBL, siswa terdorong untuk mengasah Skill
belajarnya dan juga didorong untuk berkolaborasi dengan lingkungan sekitarnya
serta berorientasi pada manfaat di masyarakat. PBL, menyediakan kerangka
belajar yang mendekatkan siswa pada realitas kehidupan dan terus menerus diasah
untuk secara kreatif dan inovatif dapat menyelesaikan permasalahan sosial di
lingkungan sekitarnya. Belajar secara terbuka, jauh lebih berguna dan akan
berkembang daripada pembelajaran yang hanya terisolir dan eksklusif di sekolah.
Metode PBL, berupaya mendobrak paradigma belajar
yang tradisional yang terbatas dan jauh dari realitas kehidupan. Padahal,
sejatinya hasil belajar harus dicerminkan dalam pengamalan pengetahuan di
situasi kehidupan nyata. Tujuan pendidikan dimaksudkan untuk mempersiapkan
siswa agar dapat siap menghadapi realitas kehidupan yang dinamis. Skill belajar akan jauh lebih berguna
dibandingkan dengan penguasaan pengetahuan, yang pada era ini semakin cepat
berubah dan berkembang. PBL, diharapkan menghasilkan paradigma pembelajaran
yang aktual dengan kehidupan, berorientasi proses dan keterampilan, serta
selaras dengan kebutuhan keterampilan abad 21. PBL akan secara efektif
melahirkan kultur belajar yang berorientasi pada nilai guna bagi kehidupan.
Melalui hal itu, impian masyarakat Indonesia yang dapat bersaing dengan
kemajuan zaman akan dapat terwujud lebih mudah.
Referensi:
Basilotta
Gómez-Pablos, V., Martín del Pozo, M., & García-Valcárcel Muñoz-Repiso, A.
(2017). Project-based learning (PBL) through the incorporation of digital
technologies: An evaluation based on the experience of serving teachers. Computers
in Human Behavior, 68, 501–512. https://doi.org/10.1016/j.chb.2016.11.056
BBC,
S. C. K. pendidikan. (2015, May 13). Asia peringkat tertinggi sekolah global,
Indonesia nomor 69. Retrieved March 30, 2017, from
http://www.bbc.com/indonesia/majalah/2015/05/150513_majalah_asia_sekolah_terbaik
Bell,
S. (2010). Project-Based Learning for the 21st Century: Skills for the
Future. The Clearing House: A Journal of Educational Strategies, Issues and
Ideas, 83(2), 39–43. https://doi.org/10.1080/00098650903505415
Chu,
S. K. W., Zhang, Y., Chen, K., Chan, C. K., Lee, C. W. Y., Zou, E., & Lau,
W. (2017). The effectiveness of wikis for project-based learning in different
disciplines in higher education. The Internet and Higher Education, 33,
49–60. https://doi.org/10.1016/j.iheduc.2017.01.005
katadata.co.id,
W. (2017, January 15). Ketimpangan Ekonomi Indonesia Peringkat 4 - Berita
Terkini Ekonomi dan Bisnis. Retrieved March 30, 2017, from
http://katadata.co.id/infografik/2017/01/15/ketimpangan-ekonomi-indonesia-peringkat-4
Thomas,
J. W. (2000). A Review of Research on Project-Based Learning. The
Autodesk Fondation. Retrieved from
http://www.bie.org/research/study/review_of_project_based_learning_2000
Tidak ada komentar:
Posting Komentar