Selepas ditetapkannya
bahwa ujian nasional tidak lagi menjadi penentu kelulusan, saat kita memikirkan
formulasi penggantinya. Bukan berarti membuat formulasi yang sama atau sekadar mengganti,
namun juga betul-betul mempertimbangkan siswa sebagai subjek yang
menentukannya. Jika selama ini yang menentukan capaian standar yang harus
diraih siswa adalah pemerintah, kini saatnya memberikan porsi yang besar bagi
siswa untuk menentukan tingkat capaiannya sendiri.
Banyak yang bertanya,
ketika UN dihapus dan tidak lagi menjadi penentu kelulusan, maka apa yang
menentukan siswa lulus atau tidak? Jawabannya cukup sederhana: siswa! Ya,
siswalah yang patut menentukan sendiri tingkat standar yang dicapai oleh
dirinya. Selama ini tes standarisasi, alih-alih membuat siswa bersemangat
belajar, malah menjadi tekanan yang membuat siswa mengalami stress yang
negatif. Formulasi ujian yang baru harus menghilangkan aspek tekanan ini, siswa
harus diberikan ruang yang luas untuk menentukan tingkat kualitas belajarnya
sendiri.
Sebetulnya, siswa tidak
perlu dibebani dengan tingkat standar tertentu. Anggapan jika tidak ada ujian,
siswa tak belajar jelas merupakan statement yang keliru. Siswa sebetulnya akan
termotivasi untuk belajar dan menginvestasikan energinya untuk proses
pembelajaran jika siswa memiliki keterikatan yang kuat (engagement) dengan proses belajarnya. Keterikatan yang kuat ini
akan muncul ketika siswa memahami betul tujuan yang hendak dicapainya dalam
proses pembelajaran.
Siswa, jika dipaksa dan
ditekan terus menerus untuk memenuhi target tertentu, lama kelamaan secara
psikologis dia akan mengalami keletihan. Dalam kondisi ekspektasi pemenuhan
standar tertentu, yang terjadi adalah physical and emotional withdrawal.
Pembelajaran tak ubahnya seperti kontrak kerja antara guru dan murid. Akan
tetapi, sebaliknya jika siswa sendiri yang menentukan standar dan targetnya
sendiri sejak awal proses pembelajaran, dengan sendirinya dia akan engage dengan proses pembelajaran. Dalam
kondisi ini, siswa akan cenderung lebih menginvestasikan energi fisik, emosi
serta kognitifnya secara signifikan.
Standar dan target yang
jadi tujuan belajar siswa, tentunya ditentukan oleh siswa sendiri menurut minat
dan kemampuannya sendiri. Minat siswa dalam hal ini diberikan prioritas penting
dalam proses pembelajaran, yang dalam hal ini berupa minat karir atau sekolah
lanjutan yang diinginkan siswa. Seperti misalnya siswa ingin masuk fakultas
kedokteran, maka sejak awal siswa dapat dibimbing untuk menentukan target karir
dimasa depan dalam bidang kedokteran. Tentunya untuk masuk ke fakultas
kedokteran siswa akan memahami sendiri berapa target pencapaian nilai yang ia
perlukan. Dalam hal ini guru Bimbingan dan Konseling berperan dalam membantu
siswa memahami target yang hendak dicapai siswa.
Sudah barang tentu tidak
semua siswa ingin ke fakultas kedokteran. Misalkan siswa lain ingin masuk
jurusan Hukum, siswa dibimbing untuk menentukan targetnya sendiri dengan
mengkoleksi nilai-nilai yang dibutuhkan untuk masuk ke fakultas kedokteran.
Selanjutnya jika siswa ingin ke keguruan, politeknik, institut teknologi atau
bahkan ke perguruan tinggi luar negeri, tentunya masing-masing memiliki standar
yang berbeda-beda. Dengan begitu, siswa diberikan kebebasan dalam memfokuskan
diri serta menentukam targetnya sendiri untuk memasuki jurusan yang
diminatinya.
Melalui bentuk demikian,
tak perlu lagi ada bentuk tes standarisasi yang menekan kondisi psikologis
siswa. Tekanan akan menjadi negatif (distress) ketika dipaksakan untuk memenuhi
standar tertentu yang kadang tidak diperlukan atau tidak difahami tujuannya
oleh siswa. Namun, ketika yang menentukan nasib lulus atau tidaknya dia melalui
standar yang ditentukannya sendiri, ini juga akan menjadi tekanan namun tekanan
yang lebih positif (eustress). Jika siswa merasa memiliki kebebasan menentukan
nasib dan standarnya sendiri tanpa harus dipaksa sama dan standar dengan orang
lain, siswa dapat merasakan kondisi keterlibatan yang intens dalam proses
pembelajaran. Bahkan, hal ini dapat menimbulkan achievement yang lebih daripada yang ditargetkan.